Kumbanews.com – Rombongan kerajaan Arab, diwakili oleh Saudi Aramco, melakukan pendekatan ke Indonesia pada 2016 untuk mengembangkan kilang Cilacap. Sampai sekarang, masih digantung dan tak ada kepastian.
Saudi Aramco saat itu menjanjikan bersedia investasi hingga US$ 6 miliar atau setara Rp 87 triliun. Tapi tentu saja dengan syarat harus mendapat berbagai insentif dari pemerintah, mulai dari tax holiday, lahan, dan penyerahan aset ke anak perusahaan nantinya.
Kerja sama rencananya akan menggandeng PT Pertamina (Persero), BUMN Migas pemilik kilang Cilacap.
Gara-gara setumpuk syarat dari Arab ini, rapat pun berkali-kali digelar hingga ke tingkat Menteri Koordinator Perekonomian, mencoba mengurai satu demi satu permintaan yang bisa dikabulkan demi masuknya investasi raksasa ini.
Fasilitis Istimewa
Beleid dan bahkan surat istimewa diterbitkan demi memuluskan investasi, diantaranya:
1. PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 35/PMK.010/2018 yang diterbitkan Maret 2018
2. Surat Menteri Rini yang berjudul: Persetujuan Prinsip Aksi Korporasi untuk Mempertahankan Kondisi Keuangan PT Pertamina (Persero) pada 29 Juni 2018.
Surat Menteri Rini, yang sempat bikin heboh ini, bahkan ditulis khusus untuk klausul Kilang Cilacap:
Spin off bisnis RU IV Cilacap dan Unit Bisnis RU V Balikpapan ke anak perusahaan dan potensi farm in mitra di anak perusahaan tersebut yang sejalan dengan rencana Refinery Development Master Plan (RDMP).
Hitungan bulan sejak aturan diterbitkan, tetap saja Arab tak beri jawaban. Pertamina bahkan sempat berencana memutuskan kerja sama dengan Saudi Aramco. Apalagi untuk insentif-insentif yang diminta, Pertamina harus menunggu juga jawaban dari Kementerian Keuangan hingga Kementerian Koordinator Perekonomian.
Rembukan dilakukan lagi, apalagi Pertamina punya sejumlah gagasan untuk pemanfaatan kilang Cilacap di masa depan. Salah satunya adalah menjadikan kilang ini salah satu kilang yang bisa olah green gasoline, green diesel, dan bahan bakar ramah lingkungan lain dengan bahan utama Crude Palm Oil (CPO).
Kabar sedikit baik mulai terdengar di penghujung tahun 2018, yang semula sebatas janji dengan setumpuk syarat, beranjak ke diskusi dan hitung-hitungan yang berbobot. Tahun 2019, menjadi target kedua belah pihak untuk mulai pengerjaan kilang.
Tapi lagi-lagi, tak ada kelanjutannya. Dilansir CNBC Indonesia dokumen soal mandeknya proyek karena ada peran Pangeran Arab.
Pangeran Arab di Balik Kilang Cilacap
Perbedaan nilai valuasi ditengarai menjadi kendala utama lambatnya eksekusi rencana pengembangan kilang yang direncanakan memproduksi minyak setara Euro V tersebut.
Berdasarkan dokumen yang didapat CNBC Indonesia pada 19 Februari 2018, dikatakan PT Pertamina (Persero) berpegangan pada entreprise value dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pada Juni 2018, yang sebesar US$ 5,66 miliar atau setara Rp 79,95 triliun.
Sedangkan, Saudi Aramco menganggap entreprise value adalah US$ 2,8 miliar, yang sebenarnya merupakan valuasi dari nilai aset tetap (fixed asset value) hasil 2016 yang disesuaikan dengan kurs awal 2018.
Intinya, dengan setumpuk syarat yang diajukan sejak 2016, Pangeran Arab hanya sanggup investasi separuh dari nilai yang dijanjikan. Mengutip Haji Rhoma Irama, sungguh terlalu.
Maka dari itu, saat ini Pertamina tengah meminta konsultan auditor PricewaterhouseCoopers (PwC) untuk melakukan valuasi ulang. Adapun, dalam dokumen tersebut dikatakan, perlu dorongan dari Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammad Bin Salman bin Abdulaziz Al-Saud agar Saudi Aramco dapat menyetujui valuasi baru yang akan dikeluarkan PwC.
Batal Datang Pangeran Arab
Surat itu tadinya jadi salah satu dokumen penting yang akan didiskusikan jika Pangeran Arab jadi berkunjung ke negeri ini.
Kementerian Luar Negeri mengatakan sang Pangeran Mahkota akan tiba di Indonesia, Senin (18/2/2019), kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir.
Penguasa de facto Kerajaan Arab yang akan didampingi oleh wakil perdana menteri dan menteri pertahanan Arab itu akan tiba Senin sore dan dijadwalkan bertemu Presiden Joko Widodo hari Selasa di Istana Bogor.
Tapi, jangankan investasi, soal kedatangan saja akhirnya jadi tidak jelas. Ujungnya, Pangeran Arab batal datang tanpa alasan pasti. Jadi bagaimana nasib investasi Kilang Cilacap? Jangan sampai jawabannya jadi: Wallohualam Bis Showab. (*)