Kumbanews.com – Debat capres putaran pertama yang dilaksanakan 17 Januari 2019 lalu adalah tontonan paling memalukan yang disuguhkan KPU pada publik, sepanjang sejarah debat pilpres di Indonesia.
KPU sepertinya tidak punya malu dan beban moral memberikan tontonan yang tidak mendidik padahal hajatan ini memakan biaya yang tidak sedikit.
Demikian penilaian disampaikan pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago, Senin 21 Januari 2019.
“Dengan argumentasi ingin menjaga martabat atau wibawa pasangan capres-cawapres KPU membuat terobosan paling ‘gila’ sepanjang sejarah, memberikan bocoran atau kisi-kisi pertanyaan sebelum debat dilaksanakan,” kata Pangi yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting .
Menurut Pangi, jauh sebelum debat dilaksanakan publik sudah mencium adanya aroma amis yang kurang sedap.
Sebab, sambung Pangi, berbagai cara dan sarana dimanfaatkan untuk menyuarakan kritik dan masukan baik dari NGO, kelompok kepentingan dan penekan. Namun KPU sepertinya menutup rapat telinganya alias budek.
KPU, kata Pangi, sepertinya lupa bahwa mereka adalah penyelenggara pemilu yang tidak melulu melayani dan mengakomodir kepentingan peserta pemilu, kontestan tapi KPU harus juga mampu meng-agregasi atau artikulasi kehendak publik sebagai pemilih yang juga punya hak untuk mendapatkan informasi yang cukup komprehensif melalui debat yang berkualitas.
“KPU juga tidak selayaknya merendahkan diri di hadapan tim sukses yang terkesan over protektif terhadap jagoannya masing-masing,” ujar Pangi.
Sikap akomodir pada level over dosis, menurut Pangi, pada akhirnya membuat KPU berpotensi melanggar aturan pemilu dengan mereduksi debat sebagai salah satu model kampanye, sehingga publik tidak mendapatkan informasi yang cukup memadai tentang kandidat sebagai bahan pertimbangan bagi pemilih untuk menentukan pilihan politiknya.
“KPU hari-hari ini dihadapkan pada banyak persoalan yang membuat lembaga ini seperti linglung dan terkesan gagap menghadapi persoalan dan kritik dari publik,” tegas Pangi.
Oleh karena itu, Pangi berharap KPU fokus saja pada teknis pemilu seperti kesiapan logistik dan penyelenggaraan pemilu sampai ke tingkat TPS.
“Untuk debat publik serahkan saja pada ahlinya,” tegas Pangi.
Banyak pihak dan lembaga kredibel yang bisa diajak kerjasama, sebut saja misalnya: kampus, lembaga penyiaran publik, NGO bahkan organisasi mahasiswa-pun katanya sebenarnya, sanggup melaksanakan debat publik yang jauh lebih berkualitas dan berkelas dibandingkan acara debat bercita rasa cerdas cermat, pakai kisi kisi atau contekan yang diselenggarakan KPU.
“Sekali lagi, kita ingin debat pilpres kedua ingin berselancar dengan narasi dan pikiran yang genuine. Oleh karena itu, publik harus tahu kedalaman isi kepala paslon 01 dan 02, maka harus mampu menelanjangi isi kepala masing-masing paslon,” demikian Pangi.