Kumbanews.com – Reynhard Sinaga, seorang pria asal Indonesia, dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris dalam 195 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria, selama rentang waktu dua setengah tahun dari 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.
Di antara 195 kasus tersebut terdapat 136 perkosaan, di mana sejumlah korban diperkosa berkali-kali.
*Peringatan: Artikel ini berisi keterangan eksplisit terkait kekerasan seksual
Hakim Suzanne Goddard dalam putusannya pada Senin (06/01) menggambarkan Reynhard sebagai “predator seksual setan” yang tidak menunjukkan penyesalan.
Hakim memutuskan Reynhard harus menjalani minimal 30 tahun masa hukumannya sebelum boleh mengajukan pengampunan.
Sejak awal persidangan, Reynhard selalu mengatakan hubungan seksual itu dilakukan atas dasar suka sama suka.
Pantauan BBC News Indonesia, usai mendengar putusan tersebut, Reynhard terlihat tidak bereaksi.
Lebih lanjut Goddard mengatakan para korban yang menyebut Reynhard monster adalah gambaran yang tepat dan memuji “keberanian” para korban yang memberikan kesaksian di pengadilan.
Reynhard Sinaga disebutkan melakukan tindak perkosaan ini di apartemennya di pusat kota Manchester, ia dengan berbagai cara mengajak korban ke tempat tinggalnya dan membius mereka dengan obat yang dicampur minuman beralkohol.
Sejumlah korban diperkosa berkali-kali oleh Reynhard dan difilmkan dengan menggunakan dua telepon selulernya, satu untuk jarak dekat dan satu dari jarak jauh.
Dalam sidang vonis, Jaksa Penuntut Iain Simkin memaparkan dampak perkosaan yang dialami para korban. Salah seorang korban dipastikan hadir dalam sidang ini.
Para korban mengalami trauma mendalam, dan sebagian “mencoba bunuh diri” akibat tindakan “predator setan” Reynhard.”Bila tidak ada ibu saya, saya mungkin sudah bunuh diri,” kata Simkin mengutip seorang korban.
Pejabat dari unit kejahatan khusus, Kepolisian Manchester Raya, Mabs Hussain, menyebutkan perkosaan berantai ini adalah “kasus perkosaan terbesar dalam sejarah hukum Inggris”.
Hussain mengatakan bukti menunjukkan kemungkinan korban dapat mencapai 190 orang termasuk 48 orang yang kasusnya telah disidangkan melalui empat persidangan terpisah mulai Juni 2018 sampai Desember 2019.
Ia menambahkan bukti video perkosaan yang direkam oleh Reynhard sendiri begitu banyaknya seperti layaknya “menyaksikan 1.500 film di DVD.”
Hussain juga mengatakan, “Reynhard Sinaga adalah individu bejat, yang mencari sasaran pria yang rentan yang tengah mabuk setelah keluar malam.”
Ia menambahkan tindak perkosaan yang dilakukan Reynhard bahkan kemungkinan dilakukannya dalam rentang waktu sekitar 10 tahun.
Sementara Ian Rushton, dari Kantor Kejaksaan yang memimpin penyidikan kasus, mengatakan Reynhard bahkan adalah “pemerkosa berantai terbesar di dunia.”
Reynhard disebutkan bertindak sendiri.
Modus operandi yang dilakukan Reynhard, menurut Kepolisian Manchester Raya, adalah mengajak korban yang tampak rentan setelah mabuk, atau tersesat di seputar tempat tinggalnya, di kawasan ramai di Manchester, Inggris.
Reynhard kemudian memasukkan obat yang dicurigai adalah GHB -(gamma hydroxybutyrate) obat bius yang menyerang sistem syaraf- dan kemudian memasang kamera melalui dua telepon selulernya dan menyerang korban.
Dalam persidangan terungkap, rekaman tindak perkosaan yang dipertontonkan ke para juri, berdurasi mulai dari sekitar satu jam sampai lebih dari enam jam.
Reynhard juga disebutkan mengambil barang-barang milik korban, termasuk jam, kartu identitas dan mengambil gambar profil akun Facebook dari sebagian besar korban sebagai trofi (kenang-kenangan), kata polisi.
Saat korban terbangun, menurut polisi, ia mengarang cerita bahwa mereka mabuk dan datang ke flat atau apartemennya atau minta datang ke tempat tinggalnya untuk mengecas telepon seluler.
Kepolisian Manchester Raya menyatakan 48 korban, dari empat persidangan terpisah, berumur antara 17 tahun sampai 36 tahun.
Semua korban adalah pria Inggris kulit putih dan sebagian besar adalah heteroseksual dan tiga homoseksual.
Reynhard -yang menyatakan pembelaan dalam sidang pertama dan keempat- menyatakan tidak bersalah dan menyebutkan bahwa hubungan seksual dengan para pria itu atas dasar suka sama suka.
Namun para korban -menurut hakim berdasarkan bukti rekaman video- jelas tidak berpartisipasi dalam hubungan seksual ini, dan sebagian korban terdengar mendengkur dalam rekaman yang disita polisi.
Sidang di Manchester Crown Court pada bulan Desember 2019 adalah sidang tahap empat atas 13 korban dengan 30 dakwaan perkosaan dan dua serangan seksual.
Sidang tahap pertama dimulai pada tanggal 1 Juni sampai 10 Juli 2018 dengan 13 korban, tahap kedua pada 1 April sampai 7 Mei 2019 dengan 12 korban, dan tahap ketiga pada 16 September sampai 4 Oktober 2019 dengan 10 korban.
Total terdapat 159 dakwaan atas 48 korban pria. Sebagian korban diperkosa berkali-kali.
Seorang korban yang pertama memberikan kesaksian pada sidang tahap empat pada tanggal 3 Desember lalu, mengatakan ia tidak sadarkan diri setelah ditawari minuman keras oleh Reynhard pada malam sebelumnya.
Korban yang memberikan kesaksian di balik tirai ini mengatakan ia dalam keadaan cukup mabuk saat meninggalkan satu klub malam setelah bertengkar dengan pacarnya.
Pria yang saat kejadian berumur 19 tahun tersebut mengatakan ia bersedia diajak ke apartemen Reynhard sekitar tengah malam karena “Reynhard tampak baik”.
Dalam sidang yang dihadiri BBC News Indonesia ini, korban mengatakan ia terbangun pada pukul 10:00 keesokan harinya dalam kondisi sakit kepala berat setelah mabuk dengan kondisi “celana terbuka”.
Korban mengatakan kepada jaksa penuntut bahwa ia bertanya kepada Reynhard apa yang terjadi dan dijawab bahwa dirinya “tidak sadarkan diri”.
Sepanjang malam, pacar korban -seorang perempuan yang juga memberikan kesaksian di pengadilan- mencarinya dan sempat menelepon polisi.
Sebelum korban dihadirkan di ruang sidang, para juri, dengan layar komputer di meja masing-masing, sempat dipertontonkan video perkosaan dengan durasi hampir 13 menit.
Jaksa penuntut, sebelum sidang dimulai, memperingatkan para juri terkait keterangan sangat eksplisit yang akan mereka dengar selama masa persidangan dan video-video perkosaan yang akan banyak mereka tonton.
Jaksa penuntut menggambarkan perkosaan yang dilakukan Reyhnard adalah “penetrasi penis ke anus” korban, tanpa sepengetahuan korban.
Reynhard -yang dihadirkan di balik kaca dan menghadap hakim- tampak beberapa kali melihat ke arah layar komputer jaksa yang terlihat dari tempatnya duduk.
Ia tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan sesekali tampak sedikit menunduk untuk mencatat dan sering menyisir rambutnya yang sebahu dengan jari-jarinya sambil memiringkan kepala ke sisi kiri.
Pengunjung sidang termasuk media hanya dapat mendengar suara dari rekaman video, dan yang terdengar hanya suara mendengkur.
Di akhir sidang pada Selasa 3 Desember 2019 itu, Reynhard terlihat tersenyum ke arah kuasa hukumnya, sebelum keluar dari ruang pengadilan.
Sejak ditahan sampai saat ini, ia mendekam di penjara Manchester.
‘Investigasi perkosaan, Operation Island’
Secara keseluruhan terdapat 48 korban yang telah disidangkan dan kepolisian memperkirakan korban perkosaan Reynhard dapat mencapai 190 orang.
Jumlah korban diperkirakan lebih banyak lagi dengan kemungkinan akan muncul korban lain yang melapor setelah vonis dijatuhkan.
Pada sidang tahap pertama dan kedua, Reyhnard Sinaga dijatuhi hukuman seumur hidup.
Keterangan polisi menyebutkan ia adalah seorang homoseksual, tiba di Inggris pada Juni 2007 dengan visa pelajar dan mengambil S2 sosiologi di Universitas Manchester dengan disertasi tentang “Gay Asia Selatan, pria biseksual di Manchester”.
Pada 2012, ia mulai mengambil gelar PhD di Universitas Leeds.
Keterangan polisi menyebutkan orang tua Reynhard tinggal di Indonesia.
Berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia, Reynhard adalah anak tertua dari empat bersaudara dan lahir di Jambi. Namun kini keluarganya tinggal di Depok, Jawa Barat.
Ayahnya adalah seorang pengusaha yang bergerak dalam sejumlah bidang usaha.
BBC News Indonesia sempat bertemu dengan kedua orang tua Reynhard bulan lalu namun ayahnya menolak berkomentar.
Dalam investigasi yang disebut “Operation Island” (Operasi Pulau) ini, polisi menemukan bahwa semua korban adalah pria muda berumur antara 17-36 tahun yang tengah keluar bersama teman-teman mereka untuk berbincang sambil minum-minum di seputar tempat tinggal Reynhard.
Semua tindak perkosaan ini dilakukan di apartemen Reynhard di pusat kota Manchester, apartemen yang ditinggalinya sejak 2011.
Perilaku ‘predator’
Polisi mengatakan Reynhard memiliki “perilaku predator” dan mencari sasaran di seputar tempat tinggalnya.
Polisi menyebut bukti menunjukkan kemungkinan Reyhnard telah melakukan tindak perkosaan bahkan sebelum pindah ke apartemen tersebut.
Pria kelahiran 19 Februari 1983 ini, disebut polisi, sangat terampil dalam “perilaku predator”.
Polisi menyebutkan rekaman CCTV menunjukkan ia sering meninggalkan apartemennya lewat tengah malam dan dalam salah satu rekaman, ia kembali dalam waktu 60 detik dengan pria muda yang kemudian dia perkosa.
Kepolisian Manchester Raya mengatakan Reynhard tidak menyasar korbannya berdasarkan status seksual, etnik atau pun yang berstatus mahasiswa.
Kondisi korban yang mabuk merupakan bagian dari upaya memastikan bahwa para korban tidak membahayakan bagi Reynhard bila sampai terjadi sesuatu.
Polisi juga menyebutkan tindak perkosaan ini dilakukan dari Kamis sampai Minggu, mulai sekitar pukul 19:00 sampai lewat tengah malam sekitar pukul 01:00.
Terungkap pada Juni 2017
Noda darah di pintu kamar mandi apartemen Reynhard, tempat dia dipukul korban yang terbangun.
Tanggal 2 Juni 2017 pada pukul 05:51 pagi. Seorang pria menelepon Kepolisian Manchester dan melaporkan penyerangan.
Sekitar 10 menit setelah laporan disampaikan, polisi datang ke apartemen Reynhard dan menemukan Reynhard terkapar tak sadarkan diri dengan luka parah di kepala.
Pria yang melaporkan insiden itu ditahan dengan dugaan melakukan penyerangan.
Hak atas fotoINSTAGRAM
Image caption
Perkosaan berantai yang dilakukan Reynhard Sinaga terungkap pada Juni 2017 saat korban yang tengah diperkosa terjaga dan langsung memukulnya.
Reyhnard kemudian dibawa ke rumah sakit Manchester dan saat sadar, satu hari kemudian, meminta telepon selulernya ke polisi.
Ia sempat memberikan nomor kunci telepon yang salah ke polisi dan sempat merebut teleponnya itu.
Dari telepon inilah kemudian terungkap, Reynhard melakukan perkosaan terhadap pria yang memukulnya.
Apa yang terjadi dengan korban yang pertama melaporkan?
Terdapat sejumlah klub malam di seputar kawasan yang menjadi tempat tinggal Reynhard di Manchester.
Polisi mengatakan korban pertama yang melaporkan ini tengah keluar untuk minum-minum bersama teman-temannya dan bertemu Reynhard saat tersesat.
Ia ditawari minum dan terbangun saat Reynhard berupaya memperkosanya.
Pria itu melawan, mengambil telepon dan berusaha lari. Namun Reynhard masih berusaha menyerangnya dan saat itulah korban memukul pria kelahiran Jambi ini dan menelepon polisi.
Saat terjaga, korban dalam posisi tengkurap dan Reynhard tengah menindihnya dalam keadaan tanpa busana.
Polisi memperkirakan Reynhard kembali menyerang korban karena telepon yang diambil korban untuk menelepon polisi adalah miliknya, dan berisi rekaman semua tindak perkosaan itu.
Dengan bukti ini, polisi menangkap Reynhard dengan dakwaan perkosaan pada 3 Juni 2017.
Pada pemeriksaan pertama pada 4 Juni 2017, Reynhard menyatakan bahwa hubungan seksual itu adalah suka sama suka dan bahwa korban dalam keadaan terjaga.
Setelah insiden ini, polisi kemudian menemukan korban yang lain dalam kejadian perkosaan pada 23 April 2017.
Polisi juga menemukan bukti-bukti lainnya -selain dua iPhone- melalui lima laptop, dan empat penyimpan data dengan total dokumen sebanyak 3,29 terabite.
Dari bukti-bukti ini, terutama video pemerkosaan berjam-jam serta foto-foto, polisi mulai melacak para korban.
Sebagian korban mengatakan mereka bahkan belum memberitahu keluarga atau teman karena trauma.
Kepolisian Manchester mengatakan para korban lain sulit diidentifikasi karena stigma dan perasaan malu menjadi korban perkosaan pria.
Polisi bekerja sama dengan unit rumah sakit yang khusus menangani serangan seksual di Manchester, Saint Mary’s Sexual Assault Referral Centre, karena sebagian korban tidak menyadari diperkosa sampai dikontak dan diberitahu oleh polisi.
Campuran obat bius GHB dan alkohol dalam jumlah besar menyebabkan banyak korban kehilangan ingatan atas apa yang terjadi, kata polisi.
Salah satu dampak obat itu adalah tubuh korban melonggar dan mudah dipenetrasi sehingga tidak menyadari apa yang terjadi pada mereka, kata polisi mengutip pakar toksikologi.
Sebagian korban mengatakan mereka sangat khawatir berita dari pers akan mengungkap mereka sebagai korban perkosaan Reynhard Sinaga.
Gulfan Afero, koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI London, mengatakan pihaknya pertama dikontak polisi Manchester pada 5 Juni 2017 setelah Reynhard dikenai dakwaan.
Pihaknya kemudian mendapatkan izin untuk bertemu dengan Reynhard di penjara satu minggu kemudian.
Gulfan mengatakan pihak KBRI selanjutnya mengikuti proses pra-pengadilan bersama orang tua Reynhard, serta proses sidang selanjutnya sampai pengadilan tahap empat pada pertengahan Desember 2019.
Menurutnya, sejak awal KBRI mendampingi Reynhard untuk memastikan ia mendapat keadilan dalam menghadapi kasusnya.
Ia juga mengatakan beberapa kali bertemu dengan Reynhard di penjara dan sempat berbicara “dari hati ke hati”.
“Dia mengakui dia gay, dan dia memang menyatakan dari hati ke hati ke saya, dia melakukan hubungan seks dengan kurang lebih 200 orang dalam kasus ini,” kata Gulfan kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.
“Jumlah ini, dalam pengamatan kami hampir klop dengan yang didata polisi berdasarkan bukti rekaman video 193 orang.”
Reynhard menyatakan selama persidangan bahwa hubungan seksual berdasarkan suka sama suka walaupun bukti video menunjukkan korban tidak sadar.
“Reynhard menyatakan bahwa dia melakukan hubungan seks dengan para korban yang didata oleh pihak polisi tapi dia menyatakan hubungan tersebut suka sama suka, tak ada unsur paksaan, dan [tak ada] pemerkosaan,” tambahnya.
Polisi tidak menemukan obat bius di apartemen Reynhard, namun hakim Goddard dalam keputusannya menyatakan kesimpulan logis yang dapat diambil setelah melihat video berjam-jam korban yang tidak sadar saat hubungan seksual itu, adalah bahwa Reynhard mencampur obat bius dengan minuman keras yang ditawarkan kepada korban.
Gulfan Afero juga mengatakan bahwa sejak awal pihak KBRI berkomunikasi dengan keluarga Reynhard.
“Reynhard digambarkan [pihak keluarga] sebagai anak yang baik, rajin beribadah, rajin ke gereja. Di sisi lain, Reynhard cerdas, lulusan arsitektur, dua magister di Universitas Manchester dan S3 di universitas Leeds,” kata Gulfan.
Hakim Goddard yang memimpin empat sidang kasus perkosaan berantai ini mengatakan menerima surat dari ibu dan adik perempuan Reynhard.
“Saya telah membaca dua referensi dari ibu dan adik perempuan Anda. Mereka tak tahu bahwa Anda adalah pemerkosa berdarah dingin, licik dan penuh perhitungan,” kata hakim dalam putusan sidang kedua pada Juni 2019.
Kondisi Reynhard, menurut pejabat konsuler KBRI, Gulfan Alfero, tidak menunjukkan stres.
“Saya tiga kali bertemu [di penjara], Reynhard tak terlihat dalam kondisi stres. Dia happy, sehat, tenang, dia tahu kasus yang dihadapi. Dia tidak menyampaikan penyesalan karena dia menyatakan tidak bersalah dan tidak merasa terbebani atas kasusnya. Dia terlihat biasa biasa saja,” kata Gulfan.
Reynhard menyelesaikan gelar sarjananya dari jurusan arsitektur, fakultas teknik, di Indonesia pada 2006.
Catatan dalam skripsinya antara lain menyinggung seorang teman yang ia sebutkan mengetahui “the dark side of me”, “sisi kelam diri saya”.(bbc)