Kumbanews.com – Kegugupan pemerintah menghadapi pandemik virus corona baru (Covid-19) sangat terlihat jelas. Terutama soal komunikasi dan koordinasi antar lembaga.
Hal ini diperparah dengan apa yang diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa tidak adanya sense of crisis dari para pembantunya. Terutama yang paling banyak disorot publik antara lain Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Begitu disampaikan anggota Komisi VIII DPR RI fraksi PKB Maman Imanulhaq saat mengisi diskusi daring MNC Trijaya FM bertajuk “Menanti Perombakan Kabinet” yang digelar pada Sabtu (4/7).
“Hal yang dikritisi dari pidato Jokowi, adalah soal koordinasi dan komunikasi. Komunikasi, kita lihat betapa gugupnya Menkes. Sehingga kita mengusulkan di DPR untuk juru bicara, dan muncul juru bicara. Lalu kita mengusulkan Gugus Tugas dan bekerja cepat,” ujar Maman Imanulhaq.
Politisi PKB ini mengurai, ego sektoral diantara menteri dan lembaga yang mengakibatkan masalah koordinasi dan komunikasi ini menjadi tersendat untuk penanganan Covid-19. Sehingga, masalah ini ditegaskan kembali oleh Presiden Jokowi bahwa semua harus satu visi misi.
“Harus dipahami, ada Menteri yang kelihatan tiarap, Menteri yang sudah bekerja tetapi dia dibully karena dia bekerja. Kalau Menteri yang harus diganti sebenarnya, publik sudah tahu. Ada beberapa Menteri yang pantasnya menjadi kiai tetapi menjadi Menteri, Menkes maksudnya,” kata Maman.
Lebih jauh, Maman pun menyinggung ada Menteri yang meminta anggaran tambahan tetapi bukan untuk penanganan Covid-19. Hal itu terkonfirmasi saat sang Menteri memaparkan programnya namun tidak ada satu pun yang mengarah pada penanganan pandemik Covid-19.
“Bayangkan ada Kementerian mengajukan anggaran tambahan saat pandemi. Kita sisir programnya. Tidak satu pun menyentuh pandemik. Saya sebutin Kemenag. Kemenag itu tidak ada sense of crisis pandemik,” tegasnya.
Padahal, sambungnya, banyak kelompok termasuk kategori rentan seperti Guru Ngaji, Asatidz, hingga Kiai dan Habaib terdampak akibat pandemik Covid-19 ini. Namun, Kemenag justru meminta anggaran tambahan bukan pada upaya penanganan tersebut.
“Saya memperhatikan Kiai, Guru Ngaji, Imam Masjid. Kalau mereka dipegang negara, ini bisa menjadi ujung tombak sebagai pemimpin informal yang bisa mensosialisasikan tentang bahaya Covid-19. Gara-gara tidak dilibatkan, seorang Ibu pulang dapat bantuan Covid-19 saya tanya, bu dapat berapa? Rp 600 Kang Maman, program Covid-19. Mudah-mudahan tahun depan ada lagi, Kang. Covidnya tetap sehat, sejahtera, kan gila! Kegagalan melakukan edukasi politik seperti itu,” tuturnya.
Terakhir, Maman Imanulhaq juga menyatakan bahwa Mendikbud Nadiem Makarim dalam menerapkan kebijakan belajar jarak jauh sangat sulit diterima karena tidak semua mendapatkan akses dan fasilitas memadai.
“Menteri Pendidikan, itu sangat harus digarisbawahi bahwa belajar jarak jauh itu tidak menyelesaikan masalah,” pungkasnya.(rm)