Ilustrasi/Ist
Kumbanews.com – Presiden Prabowo Subianto diminta untuk tidak terjebak pada pola lama dalam memilih Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
Direktur Eksekutif Observo Center, M. Arwani Deni menilai pemilihan Kapolri seharusnya berbasis integritas dan profesionalisme, bukan sekadar soal lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) atau tidak.
“Banyak pekerjaan rumah di institusi Polri yang harus dibenahi. Mulai dari pelanggaran etik, hilangnya kepercayaan publik, sampai persoalan kultur kekuasaan internal. Dibutuhkan pemimpin yang betul-betul punya integritas dan keberanian reformis,” kata Arwani dalam keterangannya, Selasa, 3 Juni 2025.
Arwani menyebut, tren kepercayaan publik terhadap Polri masih belum sepenuhnya pulih. Ia merujuk pada data Survei Indikator Politik Indonesia pada 16-20 Mei 2025 yang mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap Polri berada di peringkat 9 atau hanya 72,2 persen, masih jauh di bawah TNI yang berada dalam peringkat pertama (83 persen) dan KPK peringkat 8 (72,6 persen).
“Ini sinyal kuat bahwa publik merindukan institusi Polri yang bersih, responsif, dan egaliter. Pemilihan Kapolri harus menjawab tantangan itu, bukan malah mengukuhkan status quo,” ujarnya.
Arwani juga menegaskan bahwa tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan Kapolri harus dari Akpol. Pasal 11 UU No. 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
“Persyaratannya bersifat normatif dan tidak diskriminatif berdasarkan latar belakang pendidikan kepolisian. Kalau ada figur non-Akpol dengan rekam jejak profesional yang bersih, kapabel, dan reformis, kenapa tidak? Ini soal siapa yang paling layak membawa institusi Polri ke arah yang lebih baik,” tegasnya.
Menurutnya, penunjukan figur non-Akpol sebagai Kapolri justru akan menjadi langkah progresif dan historis di era pemerintahan Prabowo.
“Kalau Presiden berani ambil langkah ini, itu akan menjadi penanda serius komitmen reformasi Polri. Ini bukan soal simbol, tapi soal arah baru kepemimpinan. Prabowo bisa meninggalkan legacy awal yang kuat di sektor penegakan hukum,” ucap Arwani.
Lebih lanjut, Arwani menilai Prabowo punya peluang langka untuk memutus rantai seleksi tertutup yang selama ini dinilai elitis dan dianggap kurang transparan. Ia menyebut, saat ini terdapat sejumlah perwira tinggi non-Akpol yang memiliki pengalaman lapangan, integritas publik, dan kemampuan manajerial yang terbukti.
“Sudah saatnya meritokrasi dijalankan secara konkret. Bukan hanya rotasi dari satu lingkaran kecil ke lingkaran yang sama. Polri butuh udara segar, dan itu dimulai dari atas,” pungkasnya.
Sumber: RMOL