Kawasan Proyek PIK 2 di Tangerang/Ist
Kumbanews.com – Penyerobotan tanah di wilayah PIK 2, Banten, terus menjadi perbincangan. Tanah yang telah lama dikuasai oleh warga secara sah, kini terancam hilang begitu saja akibat klaim sepihak pengembang.
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Rakyat Korban PIK-2, Juju Purwantoro, saat bersilaturahmi ke Keraton kesultanan Banten (Banten Lama), Kota Serang, Banten.
Proyek besar yang dikembangkan oleh PT. Agung Sedayu/Agung Podomoro yang sebagian besar ditujukan untuk pembangunan perumahan dan kawasan komersial, telah memicu keresahan di kalangan warga yang merasa tanah mereka diserobot tanpa izin yang sah.
Bersama sejumlah aktivis dan beberapa warga yang telah tinggal bertahun-tahun di wilayah tersebut, Juju berdiskusi dengan Sultan Banten Ratu Bagus Hendra.
“Kami tidak anti pembangunan, tetapi yang kami persoalkan adalah caranya,” kata Sultan Banten seperti dikutip redaksi, Kamis 12 Desember 2024.
Buktinya Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan pabrik-pabrik besar ada di wilayah Banten. Sultan hanya menekankan dan mempersoalkan cara proyek PIK-2 yang akan membangun perumahan dengan cara menyerobot (merampas) tanah rakyat secara paksa (arogan) dengan harga yang sangat murah.
Juju menegaskan, pembangunan yang tidak memperhatikan kepentingan dan hak rakyat akan merusak kesejahteraan sosial dan kebudayaan yang telah terjaga sejak lama.
Dalam konteks hukum, kasus ini semakin menarik perhatian karena adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pihak pengembang. Selain itu, proyek ini seharusnya ditujukan untuk kepentingan publik, bukan untuk komersial.
Namun, pihak pengembang telah meluas ke area yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas untuk pengambilalihan tanah tersebut.
“Presiden Prabowo tidak cukup menyelesaikan persoalan PIK-2 hanya menyerahkan lewat para menterinya saja. Presiden harus dengan tegas mencabut proyek PIK-2 yang secara gamblang bahwa proyek ini diselundupkan bagi penduduk warga pendatang dari China daratan,” tegas Juju.
“Buktikan saja siapa yang sekarang mayoritas dengan fasilitas eksklusif (penjagaan ketat) tinggal dan berkehidupan di wilayah PIK-1. Mereka bagai memiliki negeri kedua, berbisnis dan hidup berketurunan disitu, tapi laba bisnisnya dikirim ke negara leluhurnya,” pungkasnya.
Sumber: RMOL