Kumbanews.com – Direktur eksekutif IndoBarometer M.Qodari menyatakan mendukung dan mengusung Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Qodari mengatakan, jika Jokowi dan Prabowo bergabung maka akan mewakili suara masyarakat Indonesia yang selama ini telah dirusak oleh perpecahan akibat perebutan kekuasaan.
“Dua figur ini yang selama ini mewakili imajinasi politik Indonesia sebagai pemimpin, ketika bergabung ini pendukungnya akan sangat banyak. Pendukungnya Pak Jokowi, pendukungnya Pak Prabowo,”ujar Qodari kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (18/3).
Selain itu, meski Jokowi dan Prabowo berasal dari segmen ideologis politik yang sama, Qodari melihat terdapat dua unsur yang bisa diraih jika keduanya bergabung, yakni kalangan santri, non-santri dan nasionalis.
“Yang santri ini yang Islam tradisional kemudian Islam modernis, Islam tradisional itu NU PKB PPP, kemudian modernis itu Muhammadiyah kalau partainya ada PAN dan PKS, nasionalis itu ada istilahnya pro pasar dan proteksionis, yang pro pasar itu ada Golkar Nasdem, yang populis proteksionis itu ada PDI Gerindra,” terangnya.
Qodari menilai, meski pada pemilu 2014 dan 2019 lalu presiden datang dari segmen yang sama yakni segmen nationalis dan populis proteksionis jika keduanya digabung maka tidak akan ada yang mau menunggangi untuk kepentingan kelompoknya.
“Artinya dalam bola ini derbi, MU dan Mancity tapi kan dikonstruksi bahwa Prabowo itu calon dari kelompok Islam dibaiat ditetapkan sebagai calon dari Rizieq Shihab dkk kelompok 411 212 lalu kemudian ini dibikin menjadi berhadapan, kalau dua-duanya bergabung maka kelompok-kelompok ingin menunggangi salah satu dan membuat keterbelahan itu akan sulit terjadi,” ucapnya.
Selain tidak bisa ditunggangi kepentingan kelompok lain.
Qodari juga melihat adanya peraturan dan perundang-undangan sekarang, dengan syarat pengajuan presiden dan wapres itu 20 persen.
“Maka, katakanlah semua parpol mengajukan Jokowi dan Prabowo tinggal Demokrat dan PKS tidak sampai 20 persen, sehingga Prabowo dan Jokowi itu akan berhadapan dengan kotak kosang, mereka akan menjadi calon tunggal katakanlah begitu,” tandasnya.
“Ketika berhadapan dengan kotak kosong walaupun ada potensi ketegangan potensi isu tapi tidak akan mudah menunggangi kotak kosong dan potensi pertarungan akan menjadi lebih rendah,” ulas Qodari.
“Jadi hemat saya dengan pasangan Jokowi-Prabowo 2024 maka kemudian potensi polarisasi ketegangan konflik dan pertarungan yang bisa kemudian menjadi pertumbahan darah itu akan jauh berkurang,” demikian penjelasan penutup Qodari. (*)