Kumbanews.com – Ribuan potongan kayu yang menghantam permukiman saat banjir bandang di Sumatera menjadi bukti telanjang kerusakan hutan di kawasan hulu. Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh lagi menutup mata dan harus segera membenahi tata kelola hutan yang dinilai semakin amburadul.
Slamet menyoroti bahwa bencana besar ini bukan sekadar dampak cuaca ekstrem, melainkan akumulasi dari pembukaan hutan, ekspansi perkebunan, hingga alih fungsi lahan tanpa prinsip keberlanjutan.
“Hujan ekstrem itu pemicu. Tapi ribuan kayu yang turun bersama banjir itu menunjukkan ada masalah besar pada pengelolaan hutan kita,” ujarnya, Minggu (30/11/2025).
Ia menyebut banyak kawasan hulu di Sumatera telah mengalami degradasi parah, sehingga ekosistem kehilangan kemampuan menahan air hujan. Ketika curah hujan tinggi, air langsung meluncur deras membawa material kayu dan lumpur ke wilayah hilir.
Slamet mendesak pemerintah memperketat izin perkebunan, terutama yang berada dekat kawasan lindung dan lereng rawan longsor. Ia juga meminta percepatan restorasi daerah aliran sungai (DAS) serta rehabilitasi hutan menggunakan spesies lokal.
“Daerah hulu itu benteng ekologis. Kalau hutannya gundul, masyarakat di hilir akan selalu jadi korban,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mencegah bencana berulang. Standar keberlanjutan dalam perkebunan sawit, kopi, dan kakao harus benar-benar dijalankan, bukan sekadar jargon.
Slamet menyebut banjir bandang kali ini sebagai peringatan keras untuk memperbaiki tata ruang berbasis risiko dan menindak aktivitas usaha yang merusak daya dukung lingkungan. “Kita tidak boleh lagi mengulang kesalahan yang sama,” pungkasnya. (***)





