RUU Omnibus Law Buka Peluang Nonmuslim Selenggarakan Usaha Perjalanan Umrah

  • Whatsapp

PKS: Omnibus Law Buka Peluang Nonmuslim Selenggarakan Usaha Perjalanan Umrah

Kumbanews.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, mengungkapkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) menyediakan ruang intervensi bagi pengusaha asing dan nonmuslim untuk menyelenggarakan usaha perjalanan ibadah umrah. Draf Omnibus Law mengubah ketentuan krusial pada pasal existing UU Nomor 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU).

Ancaman serius bagi jamaah umrah maupun penyelengara umrah jika dihadapkan dengan Omnibus Law tidak hanya tentang adanya potensi desakralisasi ibadah umrah. Tetapi juga menyangkut aspek perlindungan umat Islam, baik pengusaha biro perjalanan muslim dalam negeri maupun jamaah.

Bacaan Lainnya

Bukhori menjelaskan, pada bagian ketiga tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pasal 89 UU Nomor 8/2019 disebutkan, biro perjalanan wisata harus memenuhi syarat yaitu “dimiliki dan dikelola oleh warga Negara Indonesia beragama Islam”. Sementara, dalam draf Omnibus Law paragraf 14 Keagamaan Pasal 75 ada pengubahan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 8/2019 itu.

Ketentuan Pasal 89 diubah sehingga berbunyi: “untuk mendapatkan perizinan berusaha menjadi PPIU, biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah pusat.”

Menurut Bukhori, kalimat “persyaratan yang ditetapkan pemerintah pusat” sangat ambigu. Bahkan, frasa itu membuka peluang untuk menegasikan ketentuan terkait persyaratan untuk mendapatkan izin menjadi PPIU, yakni muslim dan WNI seperti tercantum pada UU existing.

“Tidak ada persyaratan yang jelas untuk memperoleh izin PPIU sebagaimana tertera dalam draf Omnibus Law. Artinya, asing dan nonmuslim juga berpeluang untuk memperoleh izin PPIU. Sebab, dalam ketentuan yang baru tersebut belum diatur secara spesifik terkait persyaratan,” kata Bukhori di Jakarta, Ahad (10/5).

Salah satu dampak aturan itu adalah jamaah umrah berpotensi tidak terbimbing secara benar dan optimal dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan kaidah syariat. Itu yang Bukhori sebut desakralisasi ibadah umrah, ketika penyelenggaraan ibadah hanya dilihat dari kacamata bisnis semata.

“Ketika penyelengaranya dilakukan oleh nonmuslim yang tidak mampu memahami esensi spiritual ibadah umrah, ini seperti membuka ruang untuk menghilangkan makna kesucian ibadah umrah,” ucap Bukhori. (*)

Pos terkait