Kumbanews.com – Seminar bedah buku berjudul ‘Kelong Pannyaleori” yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Terbitan Daerah Sulawesi Selatan, Mahakarya, Dr Hj Kembong Daeng, M.Hum.
Kegiatan yang dibuka oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan, Moh Hasan,S.H.M.H. Dalam arahannya menyampaikan apresiasinya dan rasa hormatnya atas bedah buku’ Kelong Pannyaleori’. Semoga dengan hadirnya buku ini, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita.Contoh seperti daerah Jawa yang pernah saya datangi bagaimana masyarakat menjunjung nilai kearifan budaya mereka dengan erat, sampai mempunyai ciri khas sendiri. Makassar pun bisa, apalagi banyak penulis penulis yang hebat, termasuk yang saat ini kita laksanakan bedah buku ‘Kelong Pannyaleori’ yang luar biasa buat masyarakat Sulawesi Selatan.” Ujar Hasan dalam sambutannya di Hotel Mercure Makassar, pada hari Rabu, (23/09/2020).
Dalam seminar bedah buku, dilanjutakan sesi diskusi yang menjadi pembicara antara lain : Dr Hj Kembong Daeng, M.Hum, selaku narasumber karya Kelong Pannyaleori, Dr H Basri,M.pd dan Bachtiar Adnan Kusuma,S.sos,M.M selaku pembahas dan tak ketinggalan moderator, Dr St Rabiah,M.Hum.
Dr Hj Kembong Daeng, M Hum, menyampaikan dalam paparannya, sebelum judul yang ingin kita bahas diatas saya, benarnya mengambil judul mutiara kelong Makassar, tapi saya menyimak saran dari teman kalau mutiara itu bahasa Indonesia dan akhirnya jatuh pada judul Kelong Pannyaleori, artinya Pannyaleori itu bisa penghibur, bisa penenang hati. Muda mudahan dengan membaca karya ini, kita dapat memiliki rasa senang, rasa memiliki rasa bahagia dan juga memiliki rasa percaya diri sebagai orang Sulawesi Selatan, yang memiliki budaya tersendiri, tidak kalah hebatnya dengan budaya lain,”turur Hj Kembong Daeng.
Saya teringat bahwa selama ini, sastra daerah di Sulawesi Selatan. Hanya digunakan sebagai objek penelitian, sastra klasik. Tapi hari ini mari kita berfikir ,apa yang kita tinggalkan ketika generasi seperti saya telah tidak ada!sehingga orang cuma bisa mengatakan, Riolo..riolo bedeng, anjo riolo, kita pemuda, para penulis orang tua kita, tidak bersekolah namun coba kita lihat yang menulis sinrili rositimoro luar biasanya tidak melalui jalur pendidikan.Tapi mengapa yang kita banggakan saat ini, kita sudah dottoro, sudah profesor. Tapi hanya sebatas meneliti tanpa mengembangkan sastra yang kita banggakan,kita bangga terhadap karya lagaligo yang luar biasa mendunia,tapi adakah laga ligo saat ini, di diri kita.”Tutupnya.
Penulis/Editor : Muh.Yusuf Hafid