Soal Bunga Utang, Sri Mulyani-Chatib Basri “Mencekik

  • Whatsapp

Kumbanews.com – Kinerja Sri Mulyani dan Chatib Basri di lingkaran kebijakan keuangan negara dianggap berdampak negatif untuk perekonomian rakyat. Pasalnya, kebijakan mereka soal bunga utang dinilai menyusahkan dalam jangka panjang.

Analis Ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) Gede Sandra menilai, selama sepuluh tahun terakhir, 2010-2019, rakyat Indonesia mengalami petaka tercekik utang bunga tinggi hanya saat menteri keuangannya dijabat Sri Mulyani dan Chatib Basri.

Bacaan Lainnya

“Keduanya, Sri Mulyani dan Chatib Basri, kerap menerbitkan surat utang dengan bunga (kupon) yang mencekik rakyat,” kata Gede Sandra kepada wartawan, Selasa (23/7).

Menurut Gede, pada era Jokowi, Sri Mulyani menerbitkan surat utang yang bunganya lebih tinggi, sebesar 1 persen hingga 2,23 persen dari dari level bunga acuan di kurva yield. Hal ini terjadi terutama untuk sampel surat utang dengan jenis SBR006 (7,95 persen), ST004 (7,95 persen), SBR005 (8,15 persen), ST003 (8,15 persen), ST002 (8,55 persen), SBR004 (8,55 persen), SBR003 (8,55 persen) untuk periode Mei 2018 hingga April 2019.

Sebagai informasi, kurva yield adalah sebuah kurva yang memplot besaran yield atau imbal surat utang hasil berdasarkan perbedaan jatuh tempo si surat utang, digunakan sebagai benchmark dalam menilai kondisi pasar surat utang.

Sementara besaran bunga surat utang yang ditetapkan Chatib Basri lebih tinggi 0,45 persen-0,8 persen dari bunga acuan di kurva yield. Terutama untuk surat utang jenis FR0068 (1 Agustus 2013), FR0070 (29 Agustus 2013), dan FR0071 (12 September 2013).

“Kebijakan yang berbeda, dilakukan oleh dua menteri Keuangan lainnnya, Bambang Brodjonegoro dan Agus Martowardoyo. Mereka berdua berani beri tingkat bunga (kupon) lebih kompetitif.” Ujar Gede.

Kompetitif dalam makna, menurut analis PKR ini, besaran kupon yang diterbitkan Bambang dan Agus berada di sekitar atau bahkan di bawah kurva yield yang menjadi acuan.

Bambang Brodjonegoro, terutama untuk sampel surat utang FR0072 (9 Juli 2015) dan FR0073 (6 Agustus 2015). Dan Agus, untuk sampel surat utang dengan jenis FR0053 (8 Juli 2010), FR0054 (22 Juli 2010), dan FR0056 (23 September 2010).

Untuk diketahui, semakin tinggi kupon yang diberikan akan mencekik rakyat, karena APBN akan dikorbankan untuk membayar bunga yang semakin tinggi di masa kini dan mendatang. Sementara rakyat tercekik, para investor pembeli surat utang di dalam dan luar negeri justru semakin makmur sebab pendapatan bunganya disubsidi pemerintah Indonesia.

Analisa Gede Sandra ini berdasarkan data surat utang yang diterbitkan oleh Dirjen Pengelolaan dan Pembiayaan Resiko (DJJPPR) Kementerian Keuangan “Outstanding Surat Berharga Negara (SBN) 2019”.

Selama 10 tahun terakhir kebijakan penerbitan surat utang dikomandoi empat orang menteri keuangan, yaitu Agus Martowardoyo (2010-2013), Chatib Basri (2013-2014), Bambang Brodjonegoro (2014-2016), dan Sri Mulyani (2016-2019). (*)

Pos terkait