Kumbanews.com – Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) menilai pemerintahan Joko Widodo berpotensi menyamai kondisi era Orde Baru saat krisis moneter akibat jumlah utang. Sementara, rakyat kebanyakan tak menikmati ‘prestasi’ Jokowi itu.
Anggota Divisi Advokasi Seknas Fitra Gulfino Guevarrato menyampaikan kebiasaan pemerintahan Jokowi berutang untuk membangun infrastruktur bisa mengantar Indonesia ke situasi seperti dahulu.
“Utang jangan sampai membebani kondisi. Dampak dari utang ini banyak, kita tahu bagaimana kondisi Indonesia kolaps karena utang. Kita tidak ingin hanya karena alasan pembangunan infrastruktur, kemudian Indonesia mengalami situasi yang sama seperti 1998,” kata Fino dalam diskusi Habis Gelap Terbitlah Kelam di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Seknas Fitra mencatat anggaran pembangunan infrastruktur di pemerintahan Jokowi sudah menembus Rp300 triliun. Bahkan pada 2017, APBN defisit 2,93 persen dan hampir menyentuh batas 3 persen yang diatur Undang-undang Keuangan.
Selain itu, belanja anggaran yang besar untuk infrastruktur tak sejalan dengan kemakmuran masyarakat. Pembangunan infrastruktur dari berutang, kata Fino, hanya menguntungkan pengembang swasta.
“Dengan dalih investasi, kemudian rakyat yang tanahnya direbut, diambil paksa negara atas nama pembangunan, malah tidak bisa menikmati apa yang disebut sebagai prestasi Jokowi,” Fino menjelaskan.
Lebih lanjut, Fino menyampaikan ambisi pembangunan Jokowi tak diikuti dengan kemampuan negara meningkatkan pendapatan. Sehingga opsi utang jadi pilihan utama. Utang Indonesia menembus angka Rp4 ribu triliun, ucap dia.
“Yang harus ditekankan di periode berikutnya Jokowi dan Ma’ruf Amin, adalah bagaimana negara ini punya banyak keinginan, harapan, pembangunan ini itu. Namun urusan pendapatan, sering kali negara menggunakan cara-cara instan, yaitu pinjaman atau utang,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan para pengkritik selalu berfokus pada dampak negatif utang negara, tetapi tidak melihat kondisi aset negara yang kini meningkat signifikan terkait pembangunan infrastruktur.
“Yang dilihat utang terus, dan ketakutan sama utang. Aset kita yang naik tidak pernah dilihat,” katanya, Jumat (1/3).
Sri Mulyani mengatakan utang adalah salah satu instrumen pembiayaan yang sah lantaran telah diatur oleh Undang-undang.
Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri RI pada akhir Agustus 2019 mencapai US$393,5 miliar. Angka itu terdiri dari ULN publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$196,3 miliar, dan ULN swasta, termasuk BUMN, sebesar US$197,2 miliar.
ULN Indonesia tersebut tumbuh 8,8 persen (yoy), atau melambat dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya 10,9 persen (yoy). [cnn]