Tangis yang Berujung Petaka: Bocah 12 Tahun di Medan Tega Habisi Ibu Kandung karena Luka Batin Bertahun-tahun

Ilustrasi

Kumbanews.com – Tragedi memilukan mengguncang Kota Medan. Seorang ibu muda, Faizah Soraya (42), meregang nyawa di tangan putri kandungnya sendiri yang masih berusia 12 tahun. Peristiwa ini bukan sekadar kasus pembunuhan, melainkan potret luka batin seorang anak yang terpendam selama bertahun-tahun.

Polrestabes Medan menetapkan bocah perempuan berinisial A sebagai anak yang berkonflik dengan hukum dalam kasus pembunuhan yang terjadi di Jalan Dwikora, Kecamatan Medan Sunggal, pada Rabu (10/12/2025) dini hari. Fakta ini mengejutkan publik, sebab keluarga tersebut selama ini dikenal tertutup dan tampak baik-baik saja.

Bacaan Lainnya

Namun di balik rumah yang tampak tenang, tersimpan konflik dan kekerasan yang tak pernah benar-benar usai. Kapolrestabes Medan Kombes Pol Jean Calvijn Simanjuntak mengungkapkan, hasil autopsi menunjukkan korban mengalami 20 luka tusukan, menandakan luapan emosi yang tak terkendali.

Luka yang Terpendam Sejak Dini

Penyelidikan polisi mengungkap bahwa A telah lama hidup dalam tekanan psikologis. Selama tiga tahun terakhir, ia kerap menyaksikan kekerasan di dalam rumahnya pertengkaran, bentakan, hingga pemukulan terhadap kakaknya menggunakan ikat pinggang.

“Ia sering melihat kakaknya dipukuli sampai memar. Ia juga menyaksikan korban memarahi seluruh anggota keluarga, termasuk ayahnya,” ujar Jean Calvijn, Senin (29/12/2025).

Hubungan orang tua yang memburuk memperparah kondisi psikologis anak. Meski tinggal serumah, ayah dan ibu A disebut sudah lama tidak harmonis dan hidup terpisah di lantai rumah yang berbeda. Ketegangan memuncak pada malam sebelum kejadian, menjadi pemantik terakhir tragedi selepas subuh itu.

Anak yang Kini Kehilangan Segalanya

Kini, A tak hanya kehilangan ibunya, tetapi juga masa kecilnya. Demi melindungi kondisi jiwanya, polisi menempatkan A di sebuah rumah aman (safe house) dengan pendampingan psikolog dan tenaga profesional.

“Perlakuannya khusus karena ia masih anak-anak. Fokus kami adalah pemulihan mentalnya, bukan semata-mata hukuman,” tegas Kapolrestabes.

Di tempat pendampingan, A mengikuti kegiatan belajar, bimbingan keagamaan, hingga aktivitas bermain dan bernyanyi. Dinas Sosial mencatat perkembangan emosional yang cukup baik. A bahkan menyatakan merasa aman dan nyaman berada di lingkungan tersebut.

Meski ada desakan agar A dikembalikan ke keluarga, aparat menegaskan keputusan ini diambil demi kepentingan terbaik bagi anak, sekaligus memastikan proses hukum berjalan tanpa mengorbankan hak-haknya.

Tragedi ini menjadi pengingat pahit bahwa kekerasan dalam rumah tangga tak hanya melukai korban secara fisik, tetapi juga meninggalkan bekas mendalam pada jiwa anak-anak bekas yang, jika diabaikan, dapat berujung petaka. (***)

 

Pos terkait