Tragedi Keluarga Guru Besar USU: Anak Bunuh Ayah Diduga Dipicu Kekerasan dalam Rumah Tangga

Jenazah guru besar USU. (Istimewa)

Kumannews.com – Utara (USU) diliputi duka mendalam menyusul tewasnya seorang guru besar Fakultas Kehutanan berinisial OK (58). Korban meregang nyawa setelah ditikam oleh anak kandungnya sendiri, HFZ (18), di kediaman mereka di Jalan Aluminium III, Kecamatan Medan Deli.

Peristiwa tragis itu terjadi setelah konflik keluarga yang diduga telah lama berlangsung dan berpuncak pada dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berdasarkan keterangan kepolisian, pelaku yang merupakan mahasiswa semester dua Program Studi Teknik Komputer USU nekat menghabisi nyawa ayahnya karena tak tahan melihat ibunya terus-menerus menjadi korban penganiayaan.

Bacaan Lainnya

Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan, Iptu Agus Purnomo, mengungkapkan bahwa emosi pelaku memuncak saat menyaksikan korban kembali melakukan kekerasan terhadap istrinya. HFZ sempat berupaya melerai, namun situasi justru semakin memanas.

“Pelaku mengaku sakit hati dan emosi karena korban kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga, baik terhadap istrinya maupun terhadap pelaku sendiri,” ujar Iptu Agus, Minggu (21/12/2025).

Dalam kondisi emosi tak terkendali, HFZ kemudian mengambil pisau dapur dan menikam korban berkali-kali hingga meninggal dunia di lokasi kejadian.

Ironisnya, semasa hidup, OK dikenal sebagai akademisi berprestasi. Ia merupakan lulusan doktor Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2018 dan dikenal sebagai pakar di bidang kelembagaan kehutanan serta resolusi konflik tenurial. Namun, konflik yang seharusnya dapat dikelola secara damai justru berakhir tragis di dalam keluarganya sendiri.

Saat ini, HFZ telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Pelabuhan Belawan. Ia dijerat Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT juncto Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Peristiwa ini kembali menjadi pengingat bahwa kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga dapat memicu tragedi kemanusiaan yang lebih besar. (***)

Pos terkait