Foto: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menghadiri pertandingan Super Bowl. (REUTERS/Kevin Lamarque)
Kumbanews.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memantik kontroversi atas kebijakannya. Langkahnya kali ini memicu pengunduran diri seorang jaksa federal yang dielukan kalangan konservatif.
Mengutip Reuters, seorang jaksa federal Danielle Sassoon yang sebelumnya menjadi asisten mendiang Hakim Agung Antonin Scalia, mengundurkan diri pada Kamis lalu. Keputusan itu diambil setelah ia menolak perintah Departemen Kehakiman untuk membatalkan kasus korupsi terhadap Wali Kota New York dari Partai Demokrat, Eric Adams.
Departemen Kehakiman beralasan bahwa pemilihan wali kota yang akan digelar pada November mendatang menjadi faktor utama pembatalan kasus. Mereka menilai bahwa proses hukum dapat mengganggu peran Adams dalam membantu kebijakan imigrasi yang menjadi prioritas Trump.
Trump membantah telah menginstruksikan langsung pembatalan dakwaan terhadap Adams. Namun, pengunduran diri Sassoon memperlihatkan ketegangan antara gerakan hukum konservatif tradisional dan keinginan Trump untuk mengendalikan pemerintahan federal secara lebih langsung.
Selain melakukan perubahan dalam sistem peradilan pidana, Trump juga berencana membubarkan beberapa kementerian. Ia juga berhasil menunjuk menteri pertahanan melalui margin suara yang tipis di Senat dan menantang hak-hak konstitusional yang telah berlaku selama lebih dari 150 tahun.
Kebijakan eksekutif Trump yang agresif kemungkinan besar akan berujung pada perdebatan di Mahkamah Agung Amerika Serikat. Meski mayoritas hakim memiliki pandangan konservatif, belum jelas sejauh mana mereka akan membatasi kewenangan presiden.
Sassoon, yang berusia 38 tahun dan anggota Federalist Society, diangkat sebagai Jaksa Amerika Serikat di Manhattan pada 21 Januari. Ia adalah satu dari setidaknya enam pegawai Departemen Kehakiman yang mengundurkan diri akibat kebijakan terkait kasus Adams.
Asisten Jaksa Amerika Serikat, Hagan Scotten, juga ikut mundur karena alasan serupa. Scotten sendiri dikenal memiliki latar belakang hukum konservatif dan pernah menjadi asisten Hakim Agung John Roberts serta Brett Kavanaugh sebelum diangkat ke Mahkamah Agung pada masa jabatan pertama Trump.
Akademisi hukum libertarian, Ilya Somin, menilai perintah Deputi Jaksa Agung Emil Bove untuk menghentikan kasus Adams mencerminkan pergeseran konservatisme di Amerika Serikat. Menurutnya, nilai-nilai supremasi hukum kini semakin dikesampingkan demi kepentingan politik.
“Ada perbedaan antara mereka yang peduli pada supremasi hukum dan mereka yang lebih mementingkan faktor lain,” kata Somin, profesor di Universitas George Mason. Ia juga memperingatkan bahwa langkah ini bisa menjadi preseden berbahaya di masa mendatang.
Jaksa Agung pilihan Trump, Pam Bondi, menegaskan bahwa setiap jaksa yang menolak kebijakan pemerintahan bisa dipecat. Bove, yang sebelumnya merupakan pengacara pribadi Trump, menuduh Sassoon dan jaksa lainnya melanggar sumpah jabatan karena tidak mengikuti perintah atasan.
“Tidak ada alasan konstitusional yang membenarkan pembangkangan terhadap kebijakan presiden yang terpilih secara sah,” tulis Bove dalam pernyataannya. Pernyataan ini semakin mempertegas dominasi Gedung Putih terhadap sistem peradilan federal.
Dalam surat pengunduran dirinya kepada Bondi, Sassoon menegaskan bahwa tugasnya sebagai jaksa adalah menegakkan hukum secara adil. Ia menilai bahwa membatalkan dakwaan demi kepentingan politik merupakan tindakan yang tidak dapat diterima.
Skandal ini mengingatkan pada “Saturday Night Massacre” pada tahun 1973. Saat itu, sejumlah pejabat Departemen Kehakiman mengundurkan diri karena menolak perintah Presiden Richard Nixon untuk memecat jaksa khusus yang menyelidiki skandal Watergate.
Profesor hukum dari Universitas Georgetown, Randy Barnett, menilai bahwa keputusan Bove untuk menghentikan kasus Adams memiliki justifikasi yang cukup. Menurutnya, Sassoon hanya menolak menjalankan perintah yang sah dari atasannya, sehingga konsekuensinya sudah bisa diperkirakan.
Adams, yang telah menyatakan tidak bersalah atas tuduhan menerima suap dari pejabat Turki, belakangan menunjukkan sikap lebih dekat dengan Trump. Namun, pengacaranya, Alex Spiro, membantah adanya kesepakatan politik antara kliennya dan Gedung Putih.
Dalam suratnya kepada Bondi, Sassoon juga mengkritik Bove yang masih membuka peluang untuk menghidupkan kembali kasus Adams di masa depan. Ia menganggap langkah tersebut sebagai ancaman terselubung agar Adams mendukung kebijakan imigrasi Trump.
Bove menanggapi pengunduran diri Sassoon dengan melaporkan dirinya, Scotten, dan satu jaksa lainnya untuk diperiksa atas dugaan pelanggaran etika. Langkah ini semakin memperkuat kesan bahwa Departemen Kehakiman kini sepenuhnya berada di bawah kendali politik Trump.
Sejumlah mantan jaksa menilai bahwa Departemen Kehakiman di bawah Trump tengah menguji batas hukum dengan ancaman terhadap pejabat yang menentang kebijakannya. Paul Tuchmann, mantan jaksa federal yang menangani kasus korupsi, mengatakan bahwa langkah Bove mengirim pesan jelas kepada para jaksa.
“Jika Anda tidak melakukan persis seperti yang dia inginkan, maka Anda akan dihukum, terlepas dari apakah permintaan itu sesuai etika atau tidak,” ujar Tuchmann. Ia menambahkan bahwa situasi ini membuat semua pegawai Departemen Kehakiman berada di bawah tekanan politik yang besar.
Dampak dari kasus Adams ini diperkirakan masih akan berlanjut dalam waktu dekat. Pemerintahan Trump telah menyatakan niatnya untuk menuntut pejabat negara bagian dan kota yang mencoba menghambat kebijakan imigrasi mereka.
Dalam suratnya kepada Sassoon, Bove menyatakan bahwa Departemen Kehakiman di Washington, D.C., akan mengambil alih kasus dari Kejaksaan Manhattan. Sebelumnya, kantor ini dikenal memiliki independensi yang tinggi dan pernah menangani kasus-kasus besar yang melibatkan orang-orang terdekat Trump.
Untuk sementara, jabatan Sassoon akan diisi oleh wakilnya, Matthew Podolsky. Namun, para pakar hukum memperingatkan bahwa kemungkinan besar akan ada lebih banyak pengunduran diri di jajaran kejaksaan sebagai bentuk protes atas intervensi pemerintahan Trump.
“Ini adalah momen penentuan bagi para jaksa karier di Manhattan,” kata mantan jaksa federal Michael Weinstein. “Saya tidak yakin ini akan menjadi akhir dari gelombang pengunduran diri atau protes di Departemen Kehakiman.”
Sumber : CNBC Indonesia