Kumbanews.com – Pembebasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi COVID-19 semula dimaksudkan untuk mencegah penularan COVID-19 di dalam penjara. Namun asimilasi tersebut menuai kritik dan masalah.
Selain berulangnya kembali kelakuan para napi selepas keluar dari lembaga pemasyarakatan, langkah Kemenhukham juga menimbulkan kekawatiran di tengah masyarakat. Mereka was-was di tengah pembatasan sosial justru dimanfaatkan oleh para napi untuk melakukan tindakan kejahatan yang meresahkan masyarakat.
Maka Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pun menghentikan sementara kebijakan pembebasan narapidana dan anak di tengah pandemi virus corona (COVID-19).
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham, Bambang Wiyono mengatakan pihaknya menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR.
“Sebelum mengambil keputusan, Pak Menteri juga meminta pandangan dari berbagai pihak, termasuk Presiden,” ujar Bambang, Rabu (14/4/2020).
Bambang menjelaskan bahwa sebenarnya meski sudah dibebaskan pihaknya masih diawasi. “Selama di dalam lapas mereka diberi bekal keterampilan, misal perbengkelan, perikanan, perkebunan dan lain-lain,” sambung Bambang.
Kecuali itu, mereka dibekali pendidikan agama dan budi pekerja, sehingga mereka bisa berkepribadian baik ketika kembali ke masyarakat.
“Selama wabah COVID-19, mereka juga diminta untuk tetap di rumah dan tidak berkeliaran kemana-mana,” tuturnya.
Kemenhukham telah mengeluarkan dan membebaskan 35.676 narapidana dan anak di seluruh Indonesia melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus Covid-19
Sebelumnya muncul beberapa kritikan dari berbagai pihak. Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra menilai kebijakan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly seperti melangkahi kapasitasnya sebagai menteri bawahan Jokowi.
Pasalnya, Jokowi tak pernah mengusulkan adanya pembebasan napi setelah wabah merebak, namun Yasonna berinisiatif mengambil langkah itu tanpa adanya perintah.
“Karenanya Presiden Jokowi harus tegas untuk mengingatkan menterinya untuk tidak mengambil jalan kebijakan sendiri-sendiri seperti itu. Ini demi kepentingan dan kelancaran roda pemerintahan,” kata Azmi kepada Teropong Senayan, beberapa waktu lalu.
Bahkan kebijakan tersebut merepotkan masyarakat. Itu setelah Polri meminta Lurah, RT dan RW ikut mengawasi napi yang berseliweran di tengah masyarakat. “Kami pesan ke RT, RW dan Lurah untuk ikut mengawasi mereka,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono. []