Tayangan video capaian kerja Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada tahun 2018 (Foto: Youtube)
Kumbanews.com – Penayangan video capaian pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di layar bioskop belakangan menuai pro dan kontra. Banyak penonton mengaku terkejut ketika video berdurasi singkat itu muncul layaknya iklan atau trailer sebelum film utama.
Fenomena ini sejatinya bukan hal baru. Pada 2018 silam, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) juga pernah menayangkan iklan kinerja pemerintah di bioskop, tepat menjelang penetapan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2019.
Saat itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan kontrak iklan kinerja Jokowi berakhir pada 20 September 2018, bertepatan dengan jadwal penetapan pasangan capres-cawapres.
“Kontrak sampai 20 September 2018. Tapi model penayangan seperti itu akan kami lanjutkan, yang penting tidak bertentangan dengan regulasi,” ujarnya pada 16 September 2018, seperti dikutip dari situs Komdigi.
Menurut Rudiantara, iklan tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai kampanye karena tidak memuat visi dan misi capres.
“Kalau dibaca di UU Pemilu 2017, kampanye itu harus ada visi misi. Di iklannya ada enggak? Enggak ada, kan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, bioskop dipilih sebagai media karena jumlah penontonnya terus meningkat. Pada 2014, jumlah layar bioskop belum mencapai 1.000 dengan total penonton sekitar 96 juta orang. Empat tahun kemudian, jumlah layar bertambah menjadi 1.700 dengan 150 juta penonton.
Meski menuai kritik, Rudiantara menyebut iklan Jokowi saat itu hanya bagian dari layanan masyarakat, sama seperti iklan rokok, properti, hingga Asian Games. “Dari April di bioskop sudah ada iklan KIS, KIP, infrastruktur, polisi juga pasang iklan yang sama. Kenapa baru ribut sekarang?” katanya. Ia menambahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun tidak mempermasalahkan penayangan tersebut.
Kini, polemik serupa kembali mencuat setelah video capaian pemerintahan Presiden Prabowo diputar di bioskop. Tayangan itu berisi cuplikan kegiatan Presiden, seperti data produksi beras nasional, program makan bergizi gratis, serta peresmian koperasi dan sekolah rakyat.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menilai penggunaan media publik untuk menyampaikan pesan pemerintah sah-sah saja, selama tidak menyalahi aturan.
“Tentunya sepanjang tidak melanggar aturan, tidak mengganggu kenyamanan dan keindahan, maka penggunaan media-media publik untuk menyampaikan pesan tentu hal yang lumrah,” ujarnya pada Minggu, 14 September 2025.
Namun, reaksi publik tetap beragam. Sebagian penonton merasa tidak nyaman, sementara akun Instagram @catatanfilm bahkan menyebut fenomena ini sebagai anomali, lalu membandingkannya dengan pengalaman menonton di luar negeri.
Sumber: RMOL