Ilustrasi
Kumbanews.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali meminta secara tegas kepada para pemimpin dunia untuk menunda pemberian vaksin booster virus corona (Covid-19), setidaknya hingga satu bulan ke depan.
Ini untuk memberikan kesempatan bagi negara-negara miskin agar bisa menginokulasi lebih banyak populasi mereka dengan dosis pertama.
Dikutip dari laman CNBC, Kamis (2/9/2021), sebanyak lebih dari 5 miliar dosis vaksin telah diberikan secara global, dengan 75 persen diantaranya terpusat hanya di 10 negara saja.
Seperti yang disampaikan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam briefing pada Rabu kemarin.
“Itulah mengapa saya menyerukan moratorium booster, setidaknya sampai akhir bulan ini untuk memungkinkan negara-negara yang paling tertinggal bisa mengejar ketertinggalan mereka,” kata Tedros.
Ia kemudian menyampaikan bahwa beberapa negara berpenghasilan tinggi memiliki tingkat vaksinasi untuk orang dewasa mencapai 50 persen, sementara negara-negara berpenghasilan rendah termasuk yang tersebar di Afrika, masih memiliki tingkat vaksinasi orang dewasa kurang dari 2 persen.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS), negara maju seperti AS telah sepenuhnya melakukan vaksinasi pada lebih dari 52 persen populasinya.
“Dosis booster mungkin diperlukan untuk mereka yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau kekebalan yang berkurang (immunocompromised), namun untuk saat ini, kami tidak ingin melihat penggunaan booster secara luas diberikan kepada mereka yang sehat yang telah divaksinasi secara penuh,” tegas Tedros.
Perlu diketahui, hampir 1 juta dosis vaksin Covid-19 telah diberikan di AS sejak pejabat kesehatan negara itu mengizinkan pemberian suntikan booster vaksin Pfizer atau Moderna kepada orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah pada 12 Agustus lalu.
Presiden AS Joe Biden pun mengatakan bahwa negaranya berencana untuk mendistribusikan vaksin booster secara luas mulai 20 September mendatang, sambil menunggu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) dan ilmuwan CDC AS.[*]
Source;tribunnews