Kota Amerika Ini Krisis, Konsumsi Air Penuh Cacing

Foto: Peru (REUTERS/Sebastian Castaneda)

Kumbanews.com – Krisis air melanda Ibu Kota Peru, Lima. Tercatat, lebih dari 635.000 orang di kota itu kekurangan kondisi air yang memadai.

Bacaan Lainnya

Mengutip AFP, Kamis (20/3/2025), Lima sejatinya memiliki Samudra Pasifik di satu sisi, Pegunungan Andes di sisi lain, dan tiga sungai yang mengalir melaluinya, ditambah muka air tanah. Namun, hujan jarang turun, membuat mereka yang tinggal di permukiman yang kumuh tidak terjamah oleh air bersih.

Truk tangki biru membawa air gratis seminggu sekali, terkadang lebih jarang, ke beberapa bagian San Juan de Miraflores di Selatan kota. Truk kemudian meninggalkan air dalam drum besar yang ditempatkan di sepanjang jalan-jalan yang berdebu, menjadikannya sama sekali tidak higienis.

“Kami mengalami kram perut dan migrain. Ada cacing di dasar tangki,” kata Catalina Naupa, warga San Juan de Miraflores berusia 59 tahun.

Di musim dingin, terkadang truk tidak datang sama sekali karena jalanan menjadi sangat berlumpur sehingga tidak dapat dilalui. Hal ini mendorong Naupa untuk mencuci pakaiannya hanya seminggu sekali atau bahkan dua minggu sekali untuk menghemat air.

Nicolas Reyes, yang bekerja di perusahaan air kota Sedapal, mengatakan perusahaan itu mendatangkan satu meter kubik (260 galon) air per keluarga per minggu. Itu sama dengan sekitar 30 liter (delapan galon) air per orang setiap hari, jauh dari jumlah minimum 50-100 liter yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa harus dapat diakses oleh masyarakat.

“Dari tahun ke tahun, Sedapal khawatir harus menjatah air saat musim hujan tiba dan berharap waduk-waduk di Peru terisi penuh,” kata Jeremy Robert dari Institut Penelitian Pembangunan, di Prancis.

Marjinalisasi

Profesor geografi di Universitas Cardiff di Wales, Antonio Ioris, menjabarkan bahwa perubahan iklim akan mempengaruhi tingkat air di pegunungan dan mengurangi aliran sungai. Hal ini kemudian diperburuk oleh fokus pemerintah yang tidak menjangkau rakyat kecil di pemukiman kumuh.

“Situasi di pinggiran Lima tidak hanya berasal dari kurangnya perencanaan kota, tetapi juga dari masalah di daerah pedesaan yang memaksa orang untuk bermigrasi ke kota,” kata Ioris, yang mengkhususkan diri dalam hubungan antara populasi dan masalah lingkungan di Amerika Latin.

Di sepanjang jalan tanah di beberapa daerah San Juan de Miraflores, tangga beton mengarah ke tempat-tempat yang bahkan lebih sulit diakses dan tidak dapat dijangkau oleh truk-truk yang membawa air.

“Jadi, orang-orang ini bertahan hidup sebaik mungkin, dan rata-rata membayar enam kali lipat dari yang dibayarkan orang-orang yang terhubung dengan jaringan utilitas untuk air,” tutur Pemerintah Lima.

Di salah satu daerah puncak bukit San Juan de Miraflores, sebuah drum air menghalangi anak tangga. Di lokasi itu, ada juga sebuah tembok yang memisahkan San Juan de Miraflores dari daerah kaya di sisi lainnya. Idenya adalah untuk mencegah orang miskin masuk.

Melalui celah-celah tembok, orang dapat melihat tanaman hijau subur Santiago de Surco, sebuah lingkungan di Lima dengan salah satu tingkat konsumsi air tertinggi, mencapai 200 liter per hari per orang. Di daerah itu, rumput hijau tebal disiram air minum dan orang-orang beristirahat di bawah pepohonan rindang.

“Surco tampak seperti dunia lain,” kata Cristel Mejia, yang mengelola dapur umum di sisi tembok yang dihuni orang miskin.

 

 

 

 

 

Sumber: CNBC Indonesia

Pos terkait