Orang-orang berjalan di atas puing-puing di daerah yang terkena banjir bandang di Masamba, Sulawesi Selatan, Rabu (15/7/2020). Banjir bandang akibat tingginya curah hujan tersebut mengakibatkan 16 orang meninggal dunia dan puluhan warga dilaporkan masih dalam pencarian. (AP/Khaizuran Muchtamir)
Kumbanews.com – Pihak kepolisian akan menyelidiki dugaan pembalakan liar penyebab banjir bandang di Masamba, Sulawesi Selatan.
Banjir akibat meluapnya 3 sungai di Luwu Utara yakni Sungai Rongkong di Kecamatan Sabbang, Sungai Meli di Kecamatan Baebunta dan Sungai Masamba ini menelan korban jiwa sebanyak 38 orang.
“Kalau memang benar itu karena pembalakan liar, kami siap menyelidiki dan menindak tegas pelaku pembalakan liar,” kata Kapolres Luwu Utara, AKBP Agung Danargito saat dikonfirmasi, Senin (20/7/2020).
Menurut Agung, sejauh ini banjir diakibatkan tingginya curah hujan sejak beberapa hari terakhir.
“Selama ini faktor cuaca hujan deras dengan intensitas tinggi jadi pemicu banjir dan di lokasi pegunungan Magandang dan Lero terdapat titik-titik longsor kurang lebih 20 titik,”ucap Agung.
Saat ini, lanjutnya, pihaknya tengah menyalurkan logistik di daerah terisolir menggunakan kendaraan roda dua atau trail.
Tim kami selama ini menyelamatkan warga dan menyalurkan logistik ke lokasi-lokasi yang cukup jauh dengan menggunakan motor trail agar bisa langsung sampai di lokasi, selain itu kami juga memberikan trauma healing kepada pengungsi,” ujar Agung.
Dilansir Kompas.com di sejumlah lokasi, proses pencarian korban sempat terkendala dikarenakan banyaknya material kayu gelondongan berdiameter mulai 15 sentimeter hingga 40 sentimeter dengan panjang 1 sampai 5 meter.
Diberitakan sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) membeberkan tiga penyebab banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, pada Senin (13/7/2020) malam.
“Ada tiga yang cukup penting untuk diperhatikan mengapa kejadian ini, banjir bandang Luwu Utara terjadi,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati dalam konferensi pers, Minggu (19/7/2020).
Penyebab pertama, kata Jati, masalah curah hujan yang cukup tinggi.
Kedua, adanya pengalihan fungsi lahan.
Ketiga, adanya sejarah patahan yang mengakibatkan kondisi formasi di kawasan hulu lemah. “Sehingga memudahkan longsor,” kata Jati. (*)