Kumbanews.com – Di tengah memburuknya krisis kemanusiaan dan kelaparan di Jalur Gaza, upaya berani untuk mematahkan blokade laut Israel terus digelorakan.
Global Sumud Flotilla (Armada Keteguhan Global), konvoi kapal bantuan internasional, menegaskan komitmennya mencapai Gaza meski berhadapan dengan pencegatan dan agresi militer Angkatan Laut Israel.
Armada ini mulai berlayar pada akhir Agustus 2025 dengan membawa lebih dari 50 kapal dari sedikitnya 44 negara. Misinya jelas: membuka koridor kemanusiaan dan menyalurkan bantuan penting bagi warga Palestina.
Laporan terbaru menyebutkan, operasi pencegatan Israel kini mencapai skala besar. Hingga saat ini, 13 kapal telah dihentikan dan disita, sementara sejumlah aktivis ditangkap. Beberapa di antaranya adalah kapal Deir Yassin/Mali, Huga, Spectre, Adara, Alma, dan Sirius, sebagaimana dikutip dari The New Arab.
Bahkan, beberapa kapal disebut menjadi sasaran agresi aktif, termasuk dugaan serangan drone, semprotan meriam air, hingga tabrakan kapal seperti yang dialami kapal Florida.
“Sekitar pukul 20.30 waktu Gaza (17.30 GMT), beberapa kapal Armada Sumud Global, termasuk Alma, Sirius, dan Adara, dicegat dan dinaiki secara ilegal oleh pasukan pendudukan Israel di perairan internasional,” demikian pernyataan armada.
“Selain intersepsi yang terkonfirmasi, siaran langsung dan komunikasi dengan sejumlah kapal lain juga terputus,” tambah mereka.
Meski demikian, semangat para aktivis tak surut.
“Penyadapan ilegal Israel tidak akan menghalangi kami,” tegas perwakilan flotilla, dikutip dari Al Jazeera.
Saat ini, 30 kapal dilaporkan masih berlayar menuju Gaza, hanya berjarak sekitar 46 mil laut, meski terus diganggu kapal perang Israel.
Di dalam armada terdapat bantuan kemanusiaan vital berupa makanan, obat-obatan, serta kebutuhan pokok. Para peserta terdiri dari ratusan relawan, aktivis, hingga anggota parlemen internasional. Nama-nama besar seperti aktivis iklim asal Swedia Greta Thunberg dan cucu Nelson Mandela, Mandla Mandela, ikut serta dalam misi ini.
Tekanan Internasional
Pencegatan Israel dilakukan setelah Angkatan Laut negara itu memperingatkan flotilla agar tidak memasuki zona eksklusi di lepas pantai Gaza. Israel menegaskan, bantuan hanya boleh dikirim “melalui jalur yang telah ditetapkan.”
Spanyol dan Italia, yang turut mengirimkan kapal pengawal di perairan internasional, mendesak armada untuk menghentikan pelayaran sebelum memasuki zona larangan Israel sejauh 150 mil laut. Bahkan, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengaitkan misi ini dengan potensi sabotase terhadap rencana perdamaian Gaza yang diusulkan Presiden AS Donald Trump.
Sementara itu, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon menyatakan bahwa para aktivis yang ditahan akan segera dideportasi setelah perayaan Yom Kippur berakhir.
Namun, bagi para aktivis, tindakan Israel justru dianggap sebagai kejahatan.
“Yang ilegal adalah genosida Israel, blokade ilegal terhadap Gaza, dan penggunaan kelaparan sebagai senjata,” tegas Global Sumud Flotilla.
Jejak Armada Bantuan untuk Gaza
Upaya menembus blokade laut Gaza bukanlah hal baru. Israel resmi memberlakukan blokade pada 2009 dengan alasan mencegah penyelundupan senjata. Sejak saat itu, berbagai konvoi internasional mencoba melawannya.
Kasus paling terkenal adalah Insiden Mavi Marmara pada 2010, ketika pasukan komando Israel menaiki kapal Turki yang tergabung dalam Freedom Flotilla. Bentrokan sengit menewaskan 10 aktivis dan memicu kecaman global, sekaligus merusak hubungan diplomatik Israel-Turki.
Setelah insiden tersebut, berbagai armada yang lebih kecil terus diorganisir, meski hampir selalu dicegat, dialihkan ke pelabuhan Israel, kargonya disita, dan para aktivis dideportasi.
Pada 2024, kapal Madleen yang juga mengangkut Greta Thunberg dicegat, dan 12 orang di dalamnya ditahan.
Kini, di tahun 2025, Global Sumud Flotilla menjadi upaya terbesar dalam beberapa tahun terakhir, mencerminkan desakan kuat masyarakat sipil internasional untuk mengakhiri krisis Gaza.
Meski menghadapi ancaman penahanan, deportasi, hingga bahaya fisik, para aktivis tetap teguh. Bagi mereka, misi ini bukan sekadar membawa bantuan, melainkan juga menyuarakan harapan rakyat Gaza. (**)