Data Bocor, Anak SD Jadi Penjudi: Wajah Baru Kejahatan Judi Online

Judi online tak lagi sekadar permainan gelap kini menjelma ancaman siber yang merampas data, uang, dan masa depan generasi bangsa. (Ilustrasi Judol)

Kumbanews.com – Judi online (judol) kini bukan sekadar persoalan moral dan sosial, melainkan ancaman serius terhadap keamanan siber dan perlindungan data pribadi warga Indonesia. Fenomena ini menunjukkan wajah baru kejahatan digital yang merugikan individu sekaligus perekonomian negara.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menegaskan bahwa kemudahan akses digital membuat praktik judol kian marak. “Permainan ini dapat diakses dari rumah melalui smartphone dan aplikasi mobile, sementara pengawasan dan regulasi teknis masih lemah,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Bacaan Lainnya

Ia menyoroti lemahnya implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022, karena pengawasan oleh Badan PDP belum optimal dan mekanisme perlindungan teknis masih terbatas. “Promosi judi online juga masif di media sosial, menargetkan generasi muda dengan penetrasi internet tinggi,” tambahnya.

Menurut Sukamta, agen judi daring bahkan memanfaatkan data demografis dan finansial secara ilegal. “Dampaknya, privasi dan keamanan finansial warga terancam. Data pribadi bisa disalahgunakan untuk membuka rekening palsu, pinjaman ilegal, atau transaksi keuangan gelap,” jelas Legislator dari Dapil DI Yogyakarta tersebut.

Selain menimbulkan korban individu, praktik judol juga berdampak pada keuangan negara, seperti munculnya rekening dormant serta aktivitas ekonomi digital yang tak tercatat. “Mirisnya, ada pemain judi online dari kalangan masyarakat rentan penerima bantuan sosial (Bansos) pemerintah,” ungkap Sukamta.

Berdasarkan data Polri, sejak Mei hingga Agustus 2025 telah ditangani 235 kasus judi online dengan 259 tersangka, termasuk sindikat internasional. Sejumlah kasus bahkan memanfaatkan data pribadi warga untuk membuat rekening bodong, memicu risiko kebocoran data dan kejahatan finansial.

Data Kejaksaan Agung per 12 September 2025 mengungkap, penjudi daring berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak SD hingga tunawisma. Dari total pelaku, 88,1 persen laki-laki (1.899 orang) dan 11,9 persen perempuan (257 orang).

Dari sisi usia, kelompok 26–50 tahun mendominasi dengan 1.349 orang, disusul usia 18–25 tahun (631 orang), lebih dari 50 tahun (164 orang), dan di bawah 18 tahun (12 orang).

Menutup pernyataannya, Sukamta mendorong penguatan regulasi dan implementasi UU PDP agar Badan PDP lebih aktif dalam pengawasan, audit keamanan data, serta penegakan sanksi tegas terhadap pelanggaran.

Ia juga merekomendasikan penyusunan peraturan teknis tambahan untuk melindungi data pribadi dari penyalahgunaan oleh platform ilegal, serta pengembangan sistem peringatan dini berbasis data digital untuk mendeteksi transaksi mencurigakan.

“Selain itu, penting mengadakan program literasi digital nasional bagi generasi muda, keluarga, dan kelompok rentan agar memahami risiko privasi serta keamanan transaksi digital,” tutupnya. (**)

 

 

Pos terkait