Dianiaya Hingga Barang Dirampas, 18 Jurnalis Hilang usai Demo Omnibus Law

  • Whatsapp

Kumbanews.com – Demo Omnibus Law di Jakarta berakhir ricuh. Beberapa jurnalis yang meliput turut mengalami hal yang kurang mengenakan.

Demo menolak Omnibus Law pecah di beberapa wilayah. Di Jakarta, demo berakhir ricuh di beberapa titik. Beberapa Jurnalis yang kemarin, 8 Oktober 2020 ikut turun ke jalan untuk meliput jalannya demo dilaporkan hilang. Tak hanya itu, beberapa mengaku mengalami tindak kekerasan oleh oknum aparat.

Bacaan Lainnya

Belasan jurnalis dilaporkan hilang

Sebanyak 18 orang jurnalis dilaporkan hilang saat meliput demo Omnibus Law. Pengacara LBH Pers Ahmad Fathanah mengatakan 17 orang di antaranya merupakan jurnalis dari berbagai Pers Mahasiswa atau Persma.

Sedangkan satu jurnalis yang dilaporkan hilang merupakan jurnalis media online Merahputih.com atas nama Ponco Sulaksono.

Tiga jurnalis mahasiswa GEMA dari Politeknik Negeri Jakarta hingga Kamis malam juga tidak diketahui keberadaannya. Kabar hilangnya ketiga pers mahasiswa diketahui lewat unggahan akun Instagram @gemagazine_pnj.

Ketiga mahasiswa yang hilang tanpa kabar di antaranya Ajeng Putri, Dharmajati Yusuf, Muhammad Ahsan Zaki yang merupakan mahasiswa Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, PNJ.

Ketua Divisi Humas GEMA, Ninda mengkonfirmasi bahwa belum ada kabar sama sekali dari ketiga rekannya hingga sekitar pukul 21.00 WIB. Selamat malam, belum ada kabar untuk informasi valid hanya di Instagram official @gemagazine_pnj terima kasih,” kata Ninda.

Perangkat kerja milik jurnalis dirampas

Pada saat demo berlangsung, beberapa perangkat kerja milik jurnalis juga dirampas oleh oknum anggota polisi. “HP wartawan CNNIndonesia.com, Thohirin diambil polisi,” imbuh Ahmad, dikutip dari Suara.com, Jumat 9 Oktober 2020.

Lalu memori kamera milik jurnalis Suara.com atas nama Peter Rotti. Memori kamera milik Peter dirampas oleh oknum anggota polisi karena merekam tindakan represif mereka saat memukuli peserta demostrasi di sekitar Halte Transjakarta Bank indonesia.

Cerita jurnalis alami kekerasan

Salah satu jurnalis yang mengalami tindak kekerasan dari aparat kepolisian adalah jurnalis Suara.com, Peter Rotti. Ketika pukul 18.00 WIB, dia sedang merekam video aksi represif sejumlah aparat kepolisian terhadap seorang peserta aksi di sekitar halte Transjakarta Bank Indonesia.

Saat itu Peter berdua dengan rekannya, Adit Rianto S melakukan live report via akun YouTube peristiwa aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law.

Melihat Peter merekam perlakuan represif para polisi kepada peserta aksi dari kalangan mahasiswa, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya.

Kemudian disusul enam orang Polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para polisi itu meminta kamera Peter, namun ia menolak sambil menjelaskan bahwa ia adalah jurnalis yang sedang meliput.

“Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar,” kata Peter melalui sambungan telepon.

Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu dirampas. Tapi kameranya dikembalikan kepada Peter.[]

 

 

 

 

 

Pos terkait