Saya baru saja menerima telepon dari media yang mengajak berdiskusi. Terakhir-akhir ini, tulisan saya yang kritis dan bernada satire telah menyebar luas di berbagai media, dari Aceh hingga Papua, di tingkat nasional maupun daerah. Tulisan ini bukan sekadar berita biasa, tapi kritik tajam terhadap kondisi politik dan kehidupan berbangsa negara. Penulisnya adalah Novita Sari Yahya, yaitu saya sendiri.
Seorang teman yang juga pembina media online dan organisasi massa mengirimkan pesan WhatsApp menyoal tindakan saya yang seperti teori blitzkrieg: menghantam dengan tulisan bertubi-tubi sampai 3-4 tulisan dalam sehari. Saya katakan singkat, “Saya sudah muak dengan kondisi sekarang. Sebagai warga negara, saya harus melakukan sesuatu yang nyata dan terukur.” Tapi ironisnya, tindakan itu memicu perdebatan sengit dan dinilai tidak terukur. Pemerintah pun sibuk menutup celah agar tidak terjadi ledakan sosial, menandakan risiko besar dari tulisan saya yang ‘out of the box’.
Pengalaman Reformasi Kesehatan dan Risiko yang Terukur
Saya pernah menangani BPJS di Depok sebelum mengundurkan diri sebagai PNS. Saya membuat kajian mendalam bahwa revisi Jamkesda diperlukan untuk pembangunan kesehatan yang lebih adil, ditinjau dari aspek kemiskinan sebagai bagian dari sistem jaminan sosial nasional juni 2010. Sementara itu, pejabat Dinkes Depok ingin Jamkesda tetap seperti semula.
Tahun 2011, UU BPJS disahkan, dan sejak 2014 program ini memberi manfaat bagi jutaan orang. Saya yakin pada langkah itu, meski risiko kritik dan penentangan datang dari yang belum siap menerima perubahan. Integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan diterapkan untuk mencapai prinsip portabilitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia serta menuju universal health coverage. Proses ini bertujuan menyelaraskan besaran iuran dan kualitas layanan bagi peserta di seluruh daerah.
Transisi tulisan ke sejarah masa lalu Indonesia di 65 dan keterlibatan keluarga besa Jahja Datoek Kajo dalam politik nasional saya jelaskan agar memahami tindakan dan sikap saya pribadi memandang persoalan berbangsa.
Peristiwa 1965: Luka Mendalam dan Warisan Kelam Bangsa
Peristiwa 30 September 1965 bukan hanya sebuah momen sejarah, tetapi sebuah luka mendalam yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia hingga kini. Pada dini hari 1 Oktober 1965, terjadi aksi penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal Angkatan Darat oleh kelompok yang menamakan diri Gerakan 30 September (G30S). Peristiwa ini memicu respon pembalasan berupa pembantaian massal terhadap yang dituduh anggota dan simpatisan PKI, melibatkan aparat militer dan massa sipil. Dampaknya sangat besar, melahirkan trauma, pelanggaran HAM berat, dan perubahan politik yang fundamental.
Dokumen yang kemudian dideklasifikasi mengungkapkan keterlibatan aktor asing seperti CIA dan Mossad dalam operasi intelijen dan dukungan terhadap penumpasan tersebut. International People’s Tribunal (IPT) menyebutnya genosida dan kejahatan kemanusiaan, menuntut pengakuan dan reparasi sebagai bagian dari upaya keadilan yang belum tercapai.
Keterlibatan CIA dan Mossad dalam Peristiwa 1965
CIA Amerika Serikat didokumentasikan secara resmi berperan dalam mendukung militer Indonesia menumpas PKI secara sistematis dengan bantuan dana, alat komunikasi, dan daftar tokoh PKI. Mossad Israel juga disebut turut beroperasi bersama CIA dan MI6 Inggris mendukung operasi intelijen dalam penumpasan PKI, menurut pengakuan sejumlah tokoh militer dan riwayat sejarah.
Keterlibatan George Soros dalam Kerusuhan Indonesia 1998 Menurut Media Rusia.
Media dari pemerintah Rusia menuduh miliarder George Soros dan lembaga National Endowment for Democracy (NED) berperan mendanai dan mengatur kerusuhan serta demonstrasi di Indonesia pada krisis 1998 dan masa berikutnya. Tuduhan ini berdasar pola pendanaan jaringan pro-demokrasi dan upaya pengaruh politik yang kontroversial tapi menjadi bagian narasi alternatif soal kerusuhan tersebut.
Paparan sejarah di atas untuk membuka kotak pandora kenapa bangsa Indonesia selalu di miskinkan dan di bodohi untuk kepentingan imprealisme dan elite global.
Warisan Keluarga: Dari Penjara Jepang hingga PRRI
Kakek saya, Dr. Sagaf Yahya, dipenjara Jepang selama 3 tahun, kemudian memimpin penegakan Proklamasi Kemerdekaan di Jambi 1945, membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai awal pemerintahan lokal. Ia mendirikan cabang Partai Parindra di Jambi tahun 1935, partai yang memberdayakan petani, buruh, dan pemuda sebagai basis massa perjuangan kemerdekaan.
Ayah saya dr Enir Reni Sagaf Yahya bergerilya di hutan Sumatera sebagai komandan Tentara Mahasiswa PRRI bersama Syafruddin Prawiranegara dan Mohammad Natsir. Syahfruddin Prawiranegara yang memimpin Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia sebagai perlawanan terhadap rezim Soekarno. Syafruddin juga memimpin Pemerintahan Darurat RI (PDRI) 1948–1949, yang menjaga perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ketakutan Imperialisme: Ujian Nyali Bangsa dan Kekuatan Petani-Buruh
Indonesia mengalami 350 tahun penjajahan kolonialisme, membentuk mental ketahanan luar biasa. Seorang pelajar SMA Indonesia pernah menyatakan kepada televisi Amerika di masa awal kemerdekaan, “Kami bukan bangsa yang bodoh dan miskin,” menolak upaya imperialisme membodohi dan memiskinkan rakyat.
Imperialisme menggunakan strategi divide et impera dan istilah “Londo ireng” untuk menguasai nusantara. Kekhawatiran terbesar mereka adalah petani dan buruh. Mayoritas yang menjadi kader Partai Parindra adalah petani dan buruh selain pemuda.
Desain Politik Orde Baru dan Peminggiran Elite Minang
Achirul Yahya, perwira Angkatan Laut dan Wali Kota Padang (1967–1971), adik kakek saya, adalah figur visioner yang berani menantang kekuasaan Orde Baru dengan mengaktifkan pembangunan nagari dan memboyong Mohammad Natsir kembali ke Sumbar.
Adik yang lain satu ayah beda ibu adalah Brigjen Daan Yahya, yang pernah jadi Pangdam Siliwangi dan Gubernur Militer Jakarta Raya. Setelah menandatangani Petisi 50 (1980) yang menentang penyalahgunaan Pancasila oleh Soeharto
Selama orba dan era reformasi tidak ada lagi keturunan Jahja Datoek Kajo yang muncul di politik daerah/nasional. Orde Baru meminggirkan elite tradisional demi memajukan kader intelijen baru berlatar belakang rakyat biasa.
Siap Bertarung: Belajar dari Ancaman dan Taktik Psikologis
Saya tidak takut dipenjara meski ada ancaman selama 16 tahun terakhir. Ancaman itu saya anggap bagian perjuangan. Ketika intelijen menasehati saya, saya sadar mereka takut pada saya. Saya pelajari taktik perang zig-zag ala Jenderal MacArthur dan perang psikologis ala Jenderal Patton.
Saya siap menghadapi risiko, karena anak-anak saya sudah bekerja dan sejak kecul mereka sudah di didik untuk bertahan dalam situasi yag sulit dan menghadapi perang psikologis dan kondisi politik. Putri saya sudah kebal di bully ketika ibunya melawan proses perusakan yang berlangsung ketika menolak kelompok pecinta pageant yang bertentangan dengan visi berkebudayaan dan berkepribadian Indonesia.
Oleh karena itu saya mengusung visi dan misi berkebudayaan dan berkepribadian Indonesia di bidang pageant. Oleh karena itu yang menentang, saya anggap merupakan bagian dari imprealisme dan elite global apa pun bentuk penyamarannya yang memang selalu ingin merendahkan, memiskinkan dan membodohi bangsa besar dan berpotensi besar yaitu Indonesia dan harus di lawan.
Visi Pendirian Partai Parindra: Gebrakan untuk Pemberdayaan
Akhir tujuan saya adalah mendirikan Partai Parindra dengan misi pemberdayaan masyarakat. Hanya lewat partai, perjuangan nyata bisa terjadi. Dengan kecepatan dan langkah terukur, saya ingin mendobrak situasi stagnan. Usaha dan konsistensi adalah kunci, meski keberhasilan tidak pasti.
Penutup dengan Kutipan Sutan Sjahrir
Seperti kata Sutan Sjahrir yang selalu saya pegang teguh sebagai semangat perjuangan:
“Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan.”
Daftar Pustaka
– E-Jamkesda. “Sejarah Jamkesda dan Hubungannya dengan BPJS.” 2025.
– Kompas. “Menerka Keterlibatan CIA dalam Peristiwa G30S.” 2022.
– International People’s Tribunal 1965. “Final Report of the IPT 1965.”
– Tempo. “Menapaki Jejak Keterlibatan CIA dalam G30S.” 2022.
– An-Nur Academic Repository. “Partai Indonesia Raya (Parindra): Sejarah, Tujuan, dan Perjuangan.” 2023.
– Padang.go.id. “Kenang Sosok Visioner, Achirul Yahya Diabadikan.” 2024.
– UIN Jakarta Repository. Irfan Saputra. “Perilaku Politik Elite Adat dan Otonomi Daerah.” Disertasi, 2023.
– UIN Jakarta Repository. M Ruhul Amin. “Elite Lokal, Kekuasaan, dan Otonomi Daerah.” 2023.
– Manajemen Pembiayaan Kesehatan. “Ada BPJS, Lalu Bagaimana Nasib Jamkesda?” 2018.
– Concerned Historians Network. “Final Report of the IPT 1965.”
– Ayosehat.kemkes.go.id. “Sudahkah Anda Mengetahui Hubungan Jamkesda, Jamkesmas, JKN, KIS, KJS, dan BPJS?” 2018.
– Merdeka.com. “Jenderal TNI Ungkap Peran Mossad dalam Penumpasan PKI.” 2023.
– Aktual.com. “Media Rusia Sebut George Soros Diduga di Balik Ricuh Demo Indonesia.” 2025.
– Delik.tv. “Keterlibatan CIA dalam Peristiwa G30S dan Mossad.” 2022.
– Sputnik (via Viva Banyumas). “Media Rusia Klaim George Soros di Balik Demo Rusuh Indonesia.” 2025.
– NTV News Indonesia. “Media Rusia Kaitkan George Soros jadi Dalang Aksi Protes di Indonesia.” 2025.
– YouTube. “Media Rusia Sebut Miliarder Yahudi George Soros Diduga …” 2025.
– Berita Nasional Update. “Pengamat Asing Sebut George Soros Mungkin di Balik Demonstrasi Rusuh Indonesia.” 2025.
– Kumparan.com. “15 Quotes Sutan Syahrir yang Bijak dan Menginspirasi.” 2023.
– IDN Times. “Hidup di 3 Zaman, Ini 10 Kutipan Sutan Sjahrir yang Menginspirasi.” 2019.
Novita Sari Yahya
Penulis, peneliti dan National Director Indonesia 2023 -2024.