Krisis Pertanian dan Regenerasi Petani
Hari Tani Nasional diperingati setiap tanggal 24 September setiap tahun. Namun, di tengah kesibukan membahas isu-isu glamour seperti branding dunia pageant, seringkali terlupakan bahwa persoalan paling penting adalah soal pertanian dan nasib petani. Berdasarkan data dari media dan lembaga resmi, kondisi petani Indonesia justru semakin memprihatinkan.
Menurut Sensus Pertanian 2023 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sekitar 27,37 juta rumah tangga petani di Indonesia. Dari jumlah itu, hanya 6,18 juta orang atau 21,93% yang berusia muda (19–39 tahun), menunjukkan tantangan regenerasi yang serius. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Agustus 2025 mencapai 123,57—naik 0,76% dari bulan sebelumnya—meski fluktuasi harga beras premium masih menjadi isu utama.
Indonesia juga kehilangan sekitar 110.000 hektar lahan pertanian setiap tahun akibat konversi lahan dan konflik agraria. Petani gurem, yang jumlahnya 17,25 juta orang, hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Pendapatan rata-rata mereka sekitar Rp1,45 juta per bulan—jauh lebih rendah dibanding pekerja sektor industri (27% lebih tinggi) maupun sektor jasa (50% lebih tinggi). Bahkan, 48,9% rumah tangga miskin di Indonesia berasal dari keluarga petani.
Tantangan semakin berat dengan adanya perubahan iklim. Dalam kurun 2015–2022, tercatat sekitar 3.000–3.500 kejadian bencana ekologis setiap tahun, dengan kerugian negara rata-rata mencapai Rp12,65 triliun per tahun.
Partai Parindra di Jambi Memperjuangkan Petani
Petani adalah kelompok yang disebut “marhaen” oleh Soekarno, merujuk pada rakyat kecil yang menjadi tulang punggung bangsa. Pada 1935, Partai Parindra berdiri di Jambi dengan ketua dr. Sagaf Yahya, seorang dokter asal Minangkabau yang aktif dalam perjuangan kemerdekaan.
Cabang Parindra di Jambi memiliki basis massa kuat di kalangan rakyat kecil, termasuk petani dan kelompok marhaen. Dengan sistem kaderisasi yang rapi, mereka memperjuangkan nasib marhaen agar mendapat tempat dalam kebijakan publik melalui advokasi di parlemen.
Seharusnya para aktivis yang mendampingi petani juga mendapat kursi di dewan terhormat. Namun, mahalnya biaya politik membuat mayoritas anggota DPRD maupun DPR berasal dari kalangan pengusaha. Pertanyaannya, bagaimana mungkin kelompok kapital yang diwakili pengusaha dapat sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan dan masa depan petani di Indonesia?
Mafia Pertanian dan Konflik Agraria
Bagi saya, kerja bertani adalah kerja penuh keikhlasan dan kesabaran. Pekerjaan ini sangat berat, apalagi dengan mahalnya harga pupuk, bibit, dan rumitnya akses modal. Mental petani adalah mental petarung, terlebih ketika panen gagal atau harga jatuh di pasaran akibat kelebihan stok atau masuknya komoditas impor saat musim panen tiba.
Praktik mafia di sektor pertanian, dengan berbagai modus seperti pengaturan kuota impor maupun ekspor, sering merugikan petani. Lebih tragis lagi, banyak petani terusir dari tanah leluhur akibat konflik agraria. Hingga 2024 tercatat 3.234 kasus konflik, melibatkan 7,4 juta hektar lahan dan 1,8 juta rumah tangga terdampak.
Konflik ini banyak disebabkan penguasaan tanah oleh perusahaan kelapa sawit (25 juta hektar), tambang (10 juta hektar), dan kayu (11,3 juta hektar), serta regulasi seperti UU Cipta Kerja yang membuka ruang besar bagi investasi tanpa mempertimbangkan nasib petani. Contohnya, pembangunan food estate di Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah yang memaksa petani meninggalkan budaya tanam lokal, sehingga mengancam ketahanan pangan nasional.
Solusi Berbasis BMT dan Pendampingan Dompet Dhuafa
Salah satu konsep yang ditawarkan untuk memperkuat permodalan petani adalah melalui Baitul Maal wat Tamwil (BMT), lembaga keuangan syariah yang menggabungkan aspek sosial (maal) dan usaha (tamwil). Dalam skema BMT, apabila terjadi kerugian panen akibat iklim atau jatuhnya harga di pasaran, petani tidak dibebani kewajiban mengembalikan modal secara penuh karena tanggung jawab ditanggung bersama kedua belah pihak.
Dompet Dhuafa menjadi pelopor dalam model ini melalui pendirian BMT Center pada 2006. Lembaga ini berfungsi sebagai pooling fund, pusat pelatihan syariah, sekaligus mitra bagi BMT lokal seperti BMT Tamzis dan BMT Ventura.
Pendampingan Dompet Dhuafa untuk petani tidak hanya sebatas modal, tetapi juga pengelolaan keuangan, akses teknologi, pemasaran, hingga fasilitasi koperasi. Salah satu implementasinya adalah Program Pertanian Sehat Indonesia (PSI) yang fokus pada pengembangan pertanian sehat. Di Jawa Tengah, misalnya, program ini berhasil meningkatkan produktivitas kelompok tani hingga 20–30% dengan biaya lebih rendah. Hasil panen kemudian dipasarkan melalui koperasi, sehingga petani tidak lagi bergantung pada tengkulak dan terhindar dari risiko gagal bayar.
Program serupa juga dijalankan di wilayah lain melalui kerjasama dengan BMT setempat, dengan pendekatan berkelanjutan: bukan hanya memberi dana, tetapi juga mendampingi hingga petani benar-benar mandiri.
Penutup
Penderitaan petani tidak bisa terus dibiarkan. Sejak awal kemerdekaan, para pendiri bangsa menegaskan bahwa kesejahteraan petani adalah fondasi kedaulatan negara. Bahkan di Jambi, Partai Parindra pernah berdiri membela hak-hak petani agar mereka tidak tersisih dari tanah garapan turun-temurun.
Kini, solusi nyata perlu terus diperkuat—baik melalui lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT, maupun program pendampingan petani seperti yang dilakukan Dompet Dhuafa. Langkah-langkah tersebut terbukti memberi dampak langsung bagi kesejahteraan petani sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.
Momentum Hari Tani seharusnya menjadi pengingat bahwa keberpihakan kepada petani bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi komitmen yang harus diwujudkan di masa kini.
Daftar Referensi
1. Badan Pusat Statistik (BPS). (2025). Nilai Tukar Petani (NTP) Agustus 2025.
2. Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 – Tahap I.
3. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). (2025). Hari Tani 2025: Kuasa Tanah Timpang, Konflik Agraria Terus Terjadi.
4. Dompet Dhuafa. (2014). Pertanian Sehat Indonesia: Ikhtiar Wujudkan Kedaulatan Pangan.
5. Risqin Aulia NF. (2021). Pendayagunaan Zakat Melalui Program Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Dompet Dhuafa. Skripsi, UIN Walisongo.
6. KNEKS. (2020). Baitul Maal Wat Tamwil (BMT): A Faith and Community-based Microfinance.
7. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (n.d.). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi [PDF].