Media Sosial dan Tragedi Keracunan
Jagat maya dan media konvensional digemparkan kasus keracunan siswa setelah menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG). Program yang sejak Januari 2025 digadang sebagai terobosan gizi ini mendadak jadi sorotan tajam akibat jatuhnya korban.
Reaksi publik, khususnya di media sosial, begitu riuh. Influencer hingga warganet ramai membagikan video dan narasi memilukan. Foto-foto korban di ranjang rumah sakit menyebar cepat di berbagai platform, termasuk WhatsApp Group. Kecemasan publik kian bertambah dengan caption dan komentar yang berseliweran.
Respons Pejabat dan Komunikasi Publik
Pejabat publik pun tak luput dari sorotan. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, menitikkan air mata saat menyampaikan permintaan maaf. Ketua BGN, Dadan Hindayana, menegaskan sebagian besar kasus terjadi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang masih baru beroperasi dan terkendala SDM berpengalaman. Ia menekankan perlunya evaluasi berkelanjutan serta mitigasi risiko.
Namun, pola komunikasi pejabat di tengah krisis ini dinilai gamang, mirip dengan pengalaman masa pandemi COVID-19. Diperlukan pelatihan komunikasi publik agar pejabat mampu bersikap bukan hanya reaktif, melainkan juga menenangkan dan informatif.
Humor Netizen dan Meme
Sebagaimana lazimnya, tragedi direspons warganet dengan humor sarkastik. Meme dan tagar bertebaran di X/Twitter, bernuansa satire maupun pedas.
Salah satunya menyoroti klaim Presiden Prabowo bahwa hanya 0,0017% penerima MBG yang terdampak. Meme itu dipadukan dengan foto anak-anak yang terbaring sakit, atau daftar panjang lokasi keracunan. Tagar #MBG0_0017PersenAman sempat trending, berisi rangkaian kronologi kasus sejak Januari hingga September 2025.
Sorotan Internasional
Kasus keracunan MBG juga menjadi perhatian media asing. Baru pulang dari Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo langsung menggelar rapat internal dan memanggil pejabat BGN.
Pemberitaan global menambah tekanan, di antaranya:
“More than 360 people fell ill in the Indonesian town of Sragen in Central Java after consuming school lunches provided under President Prabowo Subianto’s flagship free meals program.” — The Guardian
“Since its launch in January, Prabowo Subianto’s signature policy has been marred by mass food poisoning cases across the archipelago, affecting more than 1,000 people.” — The Guardian
“Prabowo’s ambitious free lunch programme is seen as a bold step to tackle malnutrition, but experts warn weak oversight could turn it into a public health risk.” — BBC
Tragedi ini jelas berpotensi mengikis citra positif Indonesia di mata dunia.
Mengukur Keberhasilan MBG
Pemerintah menegaskan bahwa kasus keracunan hanya mencakup sebagian kecil dari keseluruhan program. Presiden Prabowo menyebut angka 0,00017% dari 30 juta penerima. Namun, ukuran keberhasilan program gizi seharusnya tidak berhenti pada angka persentase.
Indikator mestinya mencakup hasil pemeriksaan hemoglobin, berat dan tinggi badan, wawancara kesehatan, hingga capaian akademik siswa.
Faktanya, Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat jumlah korban mencapai 8.649 anak hingga 27 September 2025, dengan tambahan 2.197 kasus dalam sepekan terakhir. JPPI mendesak penghentian sementara seluruh dapur MBG untuk evaluasi total dan reformasi tata kelola distribusi.
Pola Lama dalam Program Gizi
Intervensi gizi bukanlah hal baru di Indonesia. Dari era Soekarno dengan Program Gizi Nasional, era Soeharto dengan Posyandu dan P2K, hingga era Reformasi dengan PKH, upaya peningkatan gizi selalu digulirkan. Namun, tantangan terbesar terletak pada tata kelola dan konsistensi implementasi.
Sering kali program tersandung di lapangan karena lemahnya SDM, distribusi, atau integritas penyelenggara.
Kasus Korupsi Biskuit Kemenkes
Lemahnya tata kelola kian nyata dalam kasus terbaru yang diselidiki KPK: dugaan korupsi pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit gizi untuk ibu hamil dan balita periode 2016–2020.
Kandungan gizi biskuit dilaporkan dikurangi, diganti gula dan tepung demi keuntungan. Alih-alih mencegah stunting, biskuit itu justru berpotensi memperburuk kesehatan anak.
KPK menyiapkan Sprindik umum pada September 2025. Kasus ini menegaskan bahwa masalah utama bukan pada ide program gizi, melainkan pada kualitas pelaksanaan dan integritas pengelolaan.
Penutup
Kasus keracunan MBG dan skandal biskuit Kemenkes adalah dua cermin dari persoalan sama: lemahnya tata kelola gizi. Evaluasi menyeluruh bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Tanpa pembenahan serius, program sehebat apa pun hanya akan meninggalkan catatan getir—dari dapur sekolah hingga meja KPK.
Terima kasih, Indonesia.
Bisa membuat kita tersenyum, meski pahit.
Tapi tetap, kita mencintaimu sepenuh hati.
Novita Sari Yahya
Penulis dan Peneliti
Kajian Nutrisi Berbasis Kearifan Lokal dengan Pemberdayaan Perempuan
(Artikel “Strategi Kebijakan Publik Aksi Bergizi Sehat Berkemajuan: Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis” dimuat dalam e-book PAMI Jawa Timur 2023–2024, berjudul Jelajah Opini Makan Bergizi Gratis: Mengukur Dampaknya, Menjamin Keberlanjutan).