Kumbanews.com – Kota Palu tepatnya di Kelurahan Petobo, Kecamatan Petobo Selatan saat itu, Jumat (28/9), dalam keadaan yang cerah meskipun siang hari sempat digoyang gempa. Namun warga Petobo seakan sudah terbiasa dengan guncangan-guncangan kecil yang menerjang wilayahnya.
Rendy Setiawan (26) kala itu sedang asyik menikmati hari libur kerjanya karena sang majikan sedang menjalankan tugas di Ibu Kota Jakarta. Ya, Rendy adalah supir pribadi Bupati Sigi, M Irwan Lapata.
Hari itu ia manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berkumpul dengan keluarganya karena sehari-hari sibuk mengantar sang majikan.
1. Bencana terjadi saat kumandang azan Magrib
Hari itu, Rendy menyempatkan diri untuk lebih dulu ke masjid dekat rumahnya untuk mengumandangkan azan untuk panggilan salat Magrib. Dia memang tergolong rajin beribadah.
Belum selesai Rendy melantunkan azan, tiba-tiba bumi bergoyang. Saking kuatnya gempa mengguncang, dinding masjid sampai roboh dan hampir menimpa tubuhnya.
“Asyhadu anna muhammadar rasulullah, saat itu mulai gempa dan saya terbuang. Tapi saya sempat ambil ulang mic melanjutkan lagi. Namun hanya sampai ashadu allah ilaha illallah,” kata Rendy di Rumah Sakit Wirabuana, Palu, Jumat 5 Oktober 2018.
Bukannya takut mati, kumandang azan tidak selesai dilantunkannya karena memang masjid tempat biasa ia beribadah itu sudah hancur akibat gempa dahsyat tersebut.
“Saat itu ada empat orang, saya dan tiga orang anak kecil. Mereka semua selamat karena melarikan diri duluan ke bawah tempat yang lebih aman,” terangnya.
2. Kejadian begitu cepat sehingga ada yang tak sempat menyelamatkan diri
Pada saat meninggalkan masjid, Rendy sempat melihat ke bagian atas perumahan yang berundak-undak tersebut runtuh seperti ditelan bumi. Tak hanya itu, lumpur kemudian muncul.
Yang mengerikan, kata dia, lumpur itu seperti hidup serta menyedot siapa saja dan apa saja yang ada di sana.
Petang itu. masyarakat berhamburan keluar rumah dan menyelamatkan diri masing-masing. “Lumpur itu kejar saya. Sekitar 15 meter baru saya lari, kan aspal sudah terombak semua bersama lumpur,” tuturnya.
3. Bertaruh nyawa menyelamatkan seorang ibu dan anaknya
Dia juga menyaksikan langsung bagaimana seorang ibu beserta anaknya disedot oleh aspal yang sudah bercampur dengan lumpur. Dengan perasaan bercampur aduk, ia memutuskan untuk menyelamatkan ibu dan anak tersebut kembali ke atas.
“Dengan senter di handphone untuk bantu penerangan saya tarik tangan ibu itu, dan alhamdulillah selamat,” ungkapnya.
Proses evakuasi terus ia lakukan pada malam kejadian, ketika gempa dan lumpur yang keluar dari perut bumi itu mereda. Dia mencoba mengajak teman-temannya untuk membantu menolong masyarakat Petobo yang digulung ombak tsunami dan terkubur lumpur.
“Saya kurang lebih selamatkan lima orang, tapi satu itu sudah meninggal dunia,” ungkapnya.
Dengan peralatan ala kadarnya, ia mencoba menyingkirkan satu persatu reruntuhan bangunan yang masih mudah untuk dievakuasi yang kemungkinan dibawahnya ada korban terkubur.
“Saya gunakan itu apa namanya kaya bekas-bekas besi pagar buat singkir-singkirkan itu tumpukan-tumpukan reruntuhan,” ujarnya.
4. Selalu ada hikmah di setiap terjadinya musibah
Diakui Rendy, selepas gempa 7,4 Skala Richter (SR) itu. lindu susulan dengan intensitas lebih kecil masih terus terjadi. Namun ia tidak peduli karena menolong antar sesama membuat ia perc