Kumbanews.com – Pemerintah bakal mengubah mekanisme pembayaran kompensasi energi mulai tahun anggaran 2026. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan pembayaran 70 persen kompensasi energi akan dilakukan setiap bulan, kebijakan yang disebut akan memperkuat arus kas PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Langkah ini diharapkan mengurangi ketergantungan kedua perusahaan pelat merah terhadap pembiayaan eksternal dari perbankan.
“Itu akan membantu keuangan Pertamina dan PLN karena short term cash-nya terpenuhi. Jadi mereka tak perlu pinjam terlalu banyak ke perbankan dengan bunga besar,” ujar Purbaya dikutip dari Antara, Jumat (24/10/2025).
Kompensasi energi mencakup subsidi BBM seperti solar dan Pertalite, listrik, serta LPG 3 kilogram.
Dalam skema baru itu, 70 persen kompensasi dibayar tiap bulan, sedangkan sisa 30 persen akan disalurkan setelah perhitungan pada bulan kedelapan tahun anggaran.
Purbaya menegaskan, perubahan skema tidak memengaruhi defisit maupun belanja negara.
“Enggak ada pengaruhnya ke APBN, ini cuma soal cash flow,” katanya.
Kemenkeu juga telah mengirim surat resmi ke PLN dan Pertamina terkait penerapan kebijakan tersebut.
“Tinggal mereka kirim surat ke kami minta dicairkan. Sudah disetujui tiga menteri, jadi tidak ada masalah,” ungkapnya.
Subsidi dan Kompensasi Mencapai Rp192 Triliun
Kementerian Keuangan mencatat, hingga 3 Oktober 2025, realisasi subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp192,2 triliun atau 49 persen dari pagu Rp394,3 triliun. Dana ini telah diterima 42,4 juta pelanggan.
Dari jumlah tersebut, Rp123 triliun merupakan subsidi energi yang dibayarkan rutin kepada PLN dan Pertamina, sementara Rp69,2 triliun sisanya merupakan pembayaran kompensasi energi.
Sudah Disepakati Tiga Menteri
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, pembayaran kompensasi energi tahun 2024 telah dilakukan pada Juni 2025.
Selain itu, Menkeu Purbaya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Kepala BP BUMN Dony Oskaria juga telah menyepakati angka kompensasi energi untuk triwulan I dan II tahun 2025. (**)





