Kumbanews.com – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menetapkan kebijakan registrasi kartu SIM berbasis biometrik wajah yang akan berlaku penuh mulai 1 Juli 2026. Kebijakan ini hanya diwajibkan bagi pelanggan baru, sementara pelanggan lama tidak perlu melakukan registrasi ulang.
Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menjelaskan bahwa penerapan kebijakan ini dilakukan secara bertahap. Mulai 1 Januari 2026, registrasi SIM card memasuki fase uji coba dengan sistem hybrid, di mana masyarakat masih dapat memilih registrasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau verifikasi biometrik wajah.
“Per 1 Januari 2026 masyarakat masih bisa registrasi dengan dua metode. Namun mulai 1 Juli 2026, registrasi pelanggan baru sudah sepenuhnya menggunakan biometrik,” ujar Marwan, Rabu (17/12/2025).
Menurutnya, kebijakan ini tidak berlaku bagi pelanggan lama. Mereka tetap dapat menggunakan kartu SIM yang sudah terdaftar tanpa perlu melakukan verifikasi ulang.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan memutus mata rantai kejahatan digital yang selama ini memanfaatkan nomor seluler sebagai pintu masuk utama.
Ia mengungkapkan, berbagai modus kejahatan siber seperti scam call, spoofing, smishing, hingga social engineering mayoritas menggunakan nomor seluler. Hingga September 2025, tercatat lebih dari 332 juta nomor seluler tervalidasi, namun Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat 383.626 rekening terlapor sebagai rekening penipuan dengan total kerugian masyarakat mencapai Rp4,8 triliun.
“Kerugian akibat penipuan digital bahkan telah menembus Rp7 triliun. Setiap bulan terjadi lebih dari 30 juta panggilan penipuan, dan rata-rata masyarakat menerima minimal satu spam call setiap pekan,” kata Edwin.
Selain meningkatkan keamanan digital, kebijakan registrasi biometrik ini juga ditujukan untuk membantu operator seluler membersihkan basis data dari nomor tidak aktif. Saat ini, jumlah nomor seluler yang beredar mencapai lebih dari 310 juta, sementara populasi dewasa Indonesia sekitar 220 juta jiwa.
“Dengan kebijakan ini, frekuensi seluler dapat dimanfaatkan oleh pelanggan yang benar-benar aktif dan tidak disalahgunakan oleh pelaku kejahatan,” jelasnya.
Untuk mendukung implementasi tersebut, operator seluler telah menerapkan validasi biometrik pada proses penggantian kartu SIM di gerai, menjalin kerja sama dengan Dukcapil Kemendagri, serta menerapkan standar keamanan internasional seperti ISO 27001 dan ISO 30107-2 guna mencegah pemalsuan identitas wajah. (***)





