Pemilihan RT/RW, Pemkot Makassar Libatkan KPU dan Bawaslu Awasi e-Voting

Ilustrasi

Kumbanews.com – Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Makassar Harun Rani menjamin tidak akan ada kecurangan dalam pemilihan ini.

Bacaan Lainnya

Harun mengatakan telah mewanti-wanti penyedia jasa pembuat aplikasi agar menjaga keamanan aplikasi yang akan digunakan dalam pemilihan.

“Kecurigaan mereka (mantan ketua RT/RW) memang harus diberi penjelasan, bahwa apa yang mereka khawatirkan tidak akan terjadi karena sudah ada antisipasi dari awal yang dilakukan,” jelasnya kepada Tribun, Rabu (21/9/2022) lalu.

Ia meminta seluruh masyarakat termasuk mantan ketua RT/RW untuk melakukan pengawasan secara bersama pada saat berlangsungnya tahapan pemilihan.

Untuk menjaga kemurnian Pemilu Raya, Harun menyatakan pemkot menggandeng Bawaslu dan KPU untuk mengawasi.

“Kami sudah sowan dan menghadap ke Bawaslu dan KPU, mereka akan terlibat mengawasi supaya tidak ada kecurangan,” katanya.

Pertimbangan Pemkot Makassar melakukan pemilihan secara e-voting karena menghemat anggaran. Anggaran Pemilu Raya secara e-voting hanya Rp2,9 miliar.

Jika dilakukan secara konvensional maka membutuhkan anggaran sebanyak Rp5 miliar atau hampir dua kali lipat.

Pertimbangan lainnya, kata Harun, butuh waktu yang panjang jika menggunakan metode konvensional karena pengadaan surat suara akan melewati tahapan lelang terlebih dahulu.

Jika mengacu pengalaman Pemilu Raya sebelumnya, anggaran pengadaan surat suara, mencapai Rp880 juta.

“Jika dilakukan secara e-voting, jasa pembuatan aplikasi hanya Rp100 juta,” katanya.

Artinya, selain biayanya mahal, Pemilu Raya secara konvensional juga butuh waktu lama.

Sehingga sulit jika harus dilaksanakan tahun ini, sementara Pemilu Raya sudah mendesak.

Dinilai Prematur

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar Muhammad Yunus menilai Pemkot Makassar memaksakan diri menggelar Pemilu Raya RT/RW secara e-Voting.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura Makassar itu menyatakan pemilihan secara elektronik voting masih asing bagi masyarakat.

Yunus menilai warga Makassar belum paham penggunaan dan proses Pemilu Raya RT/RW jika menggunakan aplikasi.

“Sistem e-voting pemilu raya ini masih prematur, masyarakat belum tahu. Persiapan pelaksanaan e-voting butuh waktu lama,” katanya, Kamis (22/9/2022).

Ia menambahkan, butuh waktu bagi Pemkot Makassar mensosialisasikannya ke masyarakat agar mereka paham dan bisa menggunakan hak suaranya secara elektronik.

“Satu atau dua bulan itu tidak cukup untuk sosialisasi karena ini hal baru bagi masyarakat, tidak mungkin mereka bisa paham secepat itu,” katanya.

Ia berharap Pemkot Makassar menunda keinginannya menggelar Pemilu Raya secara e-voting.

Pemilu Raya 2022 digelar konvensional sembari melakukan persiapan e-voting untuk pemilihan berikutnya.

“Kami usul konvensional saja tahun ini karena waktunya sudah mepet, kalau anggarannya di perubahan itu otomatis harus terlaksana November,” katanya.

“Kalau e-voting tidak apa kita tunda, persiapan untuk lima tahun ke depan supaya sosialisasinya jalan,” Yunus menambahkan.

Legislator tiga periode ini menambahkan, salah satu alasan Pemkot Makassar untuk menetapkan e-Voting karena biayanya lebih murah.

Pada APBD 2022 dianggarkan Rp2,9 miliar, sementara menurut Pemkot menggunakan kertas suara butuh budget lebih banyak.

Kemarin, Rabu (21/9/2022), puluhan mantan ketua RT/RW menggelar aksi di depan gedung DPRD Makassar.

Koordinator aksi unjuk rasa, Samsir Saeni mengatakan atas nama warga Makassar, mereka menolak pelaksanaan Pemilu Raya RT/RW jika dilakukan secara e-voting.

Alasannya, e-voting terlalu prematur jika diterapkan dalam Pemilu Raya tahun ini.

Warga juga khawatir dan meragukan keamanan e-voting yang berpeluang besar memunculkan kecurangan pada saat pemilihan.

“Kami khawatir soal keamanan data pemilih, dugaan kecurangan dan diduga ada bagian dari pemerintah kota yang akan memenangkan orang-orang tertentu dalam Pemilu Raya RT/RW,” katanya.

Unjuk rasa ini membuat arus lalu lintas di Jl AP Pettarani dan Jl Hertasning, Makassar macet.

Sebelum unjuk rasa di DPRD, mantan ketua RT/RW ini berunjuk rasa di Balaikota Makassar, Jl Ahmad Yani.

Usai menyampaikan tuntutannya melalui orasi terbuka, pengunjuk rasa masuk ke gedung DPRD untuk menyampaikan aspirasnya.

Mereka diterima anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Makassar, Hamzah Hamid, sekira pukul 12.40 wita.

Hamzah mengatakan, hampir semua fraksi di DPRD Makassar mempertanyakan rencana Pemilu Raya RT/RW tersebut.

“Secara pribadi saya akan kawal pemilihan ketua RT/RW nantinya. Kami akan menyampaikan kepada Wali Kota Makassar terkait penolakan dari eks RT/RW terhadap rencana pemilu sistem e-voting,” kata di hadapan pengunjuk rasa.

Lanjut Ketua PAN Makassar ini, setelah penetapan Rancangan APBD Perubahan, jadwal Pemilu Raya bakal dilaksanakan pada Oktober atau November mendatang.

Hamzah berharap sebelum pemilihan, seluruh penyelenggara di tingkat kelurahan, harus mengundang eks RT/RW untuk melakukan rapat koordinasi.

“Bagaimana eks RT/RW ini bisa yakin bahwa ini pelaksanaannya betul-betul sudah transparan, tidak tertutup. Karena yang diundang di kelurahan hanya Pj RT/RW, tentu kan menimbulkan kecurigaan,” katanya.

“Metodenya seperti apa, disitulah dibicarakan, karena kalau tidak yah jadi polemik terus. Kita dorong ini kan sekarang itu di kelurahan sudah pertemuan-pertemuan itu, tapi ada Kelurahan yang mengundang eks RT/RW tapi ada juga yang tidak,” katanya.(*)

Pos terkait