Kumbanews.com – Seorang petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditabrak saat menjalankan operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Kamis, 18 Desember 2025.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memastikan kondisi petugas tersebut dalam keadaan baik.
“Alhamdulillah, kondisinya baik dan selamat,” ujar Budi, Minggu, 21 Desember 2025.
Insiden itu terjadi saat petugas KPK hendak mengamankan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi. Saat akan ditangkap, Tri Taruna melakukan perlawanan dan melarikan diri. Dalam proses pengejaran itulah, salah satu petugas KPK ditabrak.
Meski demikian, KPK tetap menetapkan Tri Taruna sebagai tersangka karena telah mengantongi kecukupan dua alat bukti dalam perkara dugaan pemerasan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan Tri Taruna masih dalam pencarian. KPK akan menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) apabila yang bersangkutan tidak segera ditemukan.
“Yang bersangkutan sedang dilakukan pencarian dan akan kami terbitkan DPO apabila tidak ditemukan,” kata Asep, Sabtu, 20 Desember 2025.
Asep menambahkan, KPK juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan serta pihak keluarga untuk melacak keberadaan Tri Taruna. KPK berharap yang bersangkutan bersikap kooperatif dan menyerahkan diri.
Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala Kejari HSU periode Agustus 2025 hingga sekarang, Albertinus Parlinggoman Napitupulu; Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU, Asis Budianto; serta Tri Taruna Fariadi.
Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara Asis Budianto dan Tri Taruna. Uang tersebut berasal dari dugaan tindak pidana pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten HSU.
Pemerasan diduga dilakukan dengan modus ancaman agar laporan pengaduan (lapdu) dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait sejumlah instansi tidak ditindaklanjuti secara hukum. Instansi yang dimaksud antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, serta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) HSU.
Dalam periode November hingga Desember 2025, Albertinus diduga menerima total Rp804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara. Melalui Tri Taruna, uang berasal dari Rahman selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU sebesar Rp270 juta dan dari EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta.
Sementara melalui Asis Budianto, uang diterima dari Yandi (YND) selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sebesar Rp149,3 juta.
Selain itu, Asis Budianto juga diduga menerima aliran uang dari sejumlah pihak lain sebesar Rp63,2 juta dalam periode Februari hingga Desember 2025. (***)





