Kumbanews.com -Direktur Lembaga Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel Farid Mamma sependapat dengan Direktur Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) Muhammad Ansar, meminta Dirjen Pajak dan KPK usut kekayaan para owner kosmetik yang ada di Makassar dikarenakan diduga ada aroma tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang mereka lakukan.
Diketahui Farid Mamma iya juga adalah salah satu pengacara senior di Sulsel, ia menjelaskan terkait dugaan TPPU yang dilakukan para owner kosmetik.
“Jadi modus mereka untuk mencuci uang hasil penjualan kosmetik ilegalnya dia berinvestasi, membeli properti dan dijualnya kembali sehingga uang hasil penjualan kosmetiknya berubah menjadi uang hasil penjual propert, dan ada pula dengan cara membuat usaha lain seperti membuka butik dan membeli kost-kostsan sehingga hasilnya itu dianggap hasil usahanya padahal semua usaha yang dimilikinya dari hasil jualan kosmetik ilegal” jelasnya saat dimintai tanggapan melalui via Telfond Senin (03/04/2023)
Ia juga menilai para pelaku usaha ada unsur merugikan Negara dikarenakan dia mempunyai usaha namun tidak membayar pajak.
“Jika diusut lebih dalam para pelaku usaha kosmetik ilegal ini saya yakin hampir semua para pelaku usaha kosmetik tersebut tidak membayar pajak dan ini bisa dikategorikan merugikan Negara dikarenakan dia membuat suatu usaha di Negara Indonesia namun tak membayar pajak kepada negara” jelasnya Farid sapaan akrab Direktur PUKAT Sulsel.
Sebelumnya Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) meminta Dirjen Pajak menelusuri laporan perpajakan puluhan owner kosmetik Makassar, yang gemar flexing atau mengumbar barang barang mewah di media sosial. Para owner itu bisa dijerat tindak pidana kejahatan perpajakan.
“Saya menduga ada masalah pada laporan perpajakan mereka. Coba kita kalkulasi, barang barang mewah yang mereka pamer itu nilainya fantastis. Artinya mereka punya pendapatan besar. Pertanyaannya, bagaimana ketaatan mereka membayar pajak. Sudahkah mereka penuhi?” ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar, Sabtu (01/04/2023).
Ia juga meminta KPK selidiki semua owner Kosmetik ilegal yang ada di kota Makassar dikarenakan dirinya Mengirup aroma dugaan pencucian uang jadi bisa dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
“Karena harta para owner sumbernya dari kejahatan yakni menjual beragam kosmetik secara ilegal, lalu duitnya dicuci dengan membeli rumah rumah mewah dan segalanya dan itu sangat jelas sumbernya dari penjualan kosmetik secara ilegal” tegasnya Ansar Sapaan akrab Direktur Laksus
Menurut Ansar, jika kewajiban pajak mereka tak ditunaikan dengan layak, di sinilah implikasi hukumnya. Kata Ansar, para penggemar flexing ini bisa dijerat kejahatan pidana perpajakan.
“Itu yang harusnya dikejar Dirjen Pajak. Sebab nilainya luar biasa besar. Kami menduga, mereka selama ini belum tersentuh kewajiban pajak. Mereka memang sengaja menghindari pajak dengan cara tidak melengkapi usaha mereka dengan badan hukum,” tandas Ansar.
Kemungkinan lain kata Ansar, para owner kosmetik melakukan pemalsuan data dengan cara mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT mereka. Sehingga yang mereka bayar tak sebanding dengan barang barang mewah yang kerap mereka umbar ke publik.
“Dalam UU jelas bahwa setiap orang yang
dengan sengaja tidak menyetorkan pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara bisa dipidana. Atau bisa dengan penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum
yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal. Gijzeling dilaksanakan apabila wajib pajak benar-benar sudah membandel,” papar Ansar.
Berdasarkan aturan yang ada, negara berhak melakukan gijzeling atau penyanderaan berupa penyitaan atas badan orang yang berutang pajak. Selain itu, bisa juga melakukan suatu
penyitaan, tetapi bukan langsung atas kekayaan, melainkan secara tidak langsung, yaitu diri orang yang berutang pajak. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mengatur penagihan utang pajak kepada wajib pajak melalui upaya penegakan hukum.
Laksus dalam hasil penelusurannya menemukan bahwa DJP mencatat tingkat kepatuhan formal pajak sebesar 76,86%, di mana rasio tersebut meningkat dari tahun 2019 yang sebesar 72,9%. DJP menerima 14,6 juta SPT dari yang seharusnya ada 19 juta wajib pajak yang menyampaikan SPT, baik dari wajib pajak orang pribadi maupun badan.
Dari sektor UMKM, tercatat baru
2 juta UMKM yang telah membayar pajak dari total 60 juta UMKM yang telah terdaftar sebagai wajib pajak di Indonesia. Angka ini mencerminkan kesadaran pajak yang masih rendah dari wajib pajak Indonesia.
“Nah UMKM saja pajaknya diuber Dirjen Pajak. Kok ini owner-owner kosmetik yang pendapatannya sampai ratusan juta bahkan miliaran per bulan tidak tersentuh. Ini kan melukai rasa keadilan,” tandas Ansar.
Ansar menyebut jumlah owner kosmetik di Makassar mencapai puluhan. Bahkan mendekati angka 100 orang. Dari hasil investigasinya, ia menemukan hampir semua owner tak memiliki laporan pajak yang valid.
Sementara itu berdasarkan hasil penelitian dengan metode investigasi yang dilakukan Masyarakat Peduli Konsumen Indonesia (MASPEKINDO) menemukan adanya sejenis perkumpulan yang menamakan dirinya owner produk kecantikan yang
tersebar di seluruh wilayah sulselbar yang sampai saat ini tidak terdaftar sebagai wajib pajak,
Maspekindo menemukan bahwa owner-owner kecantikan tersebut memiliki harta kekayaan miliaran rupiah. Hal itu dapat dibuktikan dari pembelian barang-barang mewah mulai dari tas emas seharga Rp503 juta sampai pada pembelian emas
per kilo gram, pembelian mobil mewah mulai dari merk Ferarri sampai pada Lamborgini serta melakukan investasi dengan membeli rumah-rumah mewah.
“Bahwa usaha yang mereka lakukan adalah penjualan kosmetik berbagai merk, mulai dari yang mempunyai sertifikat Badan POM sampai yang tidak mempunyai Sertifikat BPOM. Modus penjualannya dibuat sangat simple dan tidak harus mempunyai toko atau outlet. Dan setiap penjualan
dijual secara online dengan metode COD atau bayar di tempat,” papar Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Masyakarat Peduli Konsumen Indonesia, Mulyadi.
Mulyadi menjelaskan, ditemukan fakta dari hasil wawancara ke berbagai pihak, bahwa satu owner mempunyai puluhan sampai ratusan orang reseller, agen, distributor, stokis, stokis area, naster stokis,
jenderal dan manager yang tersebar di seluruh wilayah NKRI.
“Berdasarkan hasil investigasi dengan metode wawancara khusus kota Makassar sudah ada 100 orang owner yang terbagi di beberapa tempat,” katanya.
Modus penjualan produk kecantikan tersebut dilakukan dengan memasang produk yang sudah mempunyai sertifikat BPOM. Namun yang dijual di pasaran adalah hasil racikan yang diracik sendiri dengan alat seadanya tanpa pengawasan dari ahli maupun dari institusi terkait.
“Tidak main-main karena satu owner memesan 10 produk yang dikemas dalam 3 s/d 5 kontainer. Bahwa untuk menghindari pembayaran pajak mereka (para owner kecantikan) tidak pernah mendaftarkan usahanya sebagai Badan Usaha sehingga tidak mempunyai Akte Pendirian Usaha,
Izin Pendirian Usaha, Izin Produksi, Ijin Edar dan Izin Halal Haram, sehingga secara otomatis kantor pajak sulit melacak mereka,” tandas Mulyadi.
Mulyadi juga menjelaskan, para owner kecantikan tidak pernah dibebankan membayar pajak pembelian barang
walaupun mereka membeli produk kecantikan sampai berton-ton. Hal itu diduga karena pabrik kecantikan yang mensuplai bahan yang ada di pulau Jawa merupakan perusahaan abal-abal atau
dengan kata lain tidak terdaftar, sehingga untuk mengelabui petugas, para owner tetap membeli produk yang telah mempunyai sertifikat BPOM.
“Karena itu kami mendesak pihak Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pajak Pratama Makassar, Kantor Pelayanan Pajak Makassar, KPP Madya Makassar
dan Kantor Pengolahan Data Dokumen Perpajakan Makassar untuk melakukan penyidikan serta penyelidikan dengan pihak Aparat Hukum untuk membongkar sindikat kejahatan di bidang perpajakan yang merugikan keuangan negara ini. Semua owner kosmetik itu harus segera diperiksa,” imbuh Mulyadi.