Rupiah Terkuat se-Asia, Begini Penjelasan BI

  • Whatsapp

Kumbanews.com – Nilai tukar rupiah  terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin kuat. Bahkan dolar AS mampu didorong ke bawah Rp 14.900.

Pada Selasa 6 November  2018 pukul 10:00 WIB, US$1 ditransaksikan pada Rp 14.850 di pasar spot. Rupiah menguat 0,83% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin.

Bacaan Lainnya

Mengapa rupiah bisa perkasa hari ini?

“Portofolio inflows yang cukup besar baik ke SBN [Surat Berharga Negara] dan Equity [Pasar Saham]. Dengan faktor global yang semakin kondusif, valuasi aset finansial Rupiah (bond and equity) dari perspektif ‘risk adjusted return’ menjadi atractive karena bond dan equity Indonesia sudah kena hit terlalu dalam sejak awal tahun,” ungkap Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Nanang Hendarsah, Selasa 6 November 2018.

“Meskipun tetap, optimisme dan risk apetite dari pihak investor asing harus disikapi hati hati,” imbuh Nanang.

Ia juga menjelaskan, dari sisi global memang cukup mendukung penguatan rupiah berlanjut. Dolar AS kembali melemah terhadap mayoritas dan sebagian kurs negara berkembang.

Dijelaskan Nanang, hal tersebut dipengaruhi antisipasi pelaku pasar terhadap hasil mid-term election AS yang diperkirakan memperkuat posisi partai Demokrat di House of Representatives.

“Hal tersebut diharapkan akan memberikan penyeimbang peta politik di AS dan mengurangi dominasi partai Republic dan President Trump,” tutur Nanang.

Posisi mayoritas Partai Demokrat di Senat berpotensi dapat mengganjal berbagai kebijakan Trump yang dinilai tidak market friendly.

Lebih jauh Nanang mengatakan, optimisme pelaku pasar terhadap hal tersebut juga tercermin dari penutupan indeks saham AS, Eropa dan negara berkembang mayoritas ditutup menguat diikuti turunnya yield global bond emerging.

“Pelemahan dolar AS terhadap major currencies juga dipengaruhi optimisme pelaku pasar terhadap tercapainya negosiasi Brexit antar UK dengan EU.”

“Berlanjutnya penurunan harga minyak juga ikut membantu berlanjutnya sentimen positif terhadap oil importer countries di kawasan emerging,” tutup Nanang.

Pos terkait