Ilustrasi (Foto: AP)
OLEH: ADE MULYANA
TEKANAN bertubi pada pemerintahan Presiden Trump nampaknya mulai menuai hasil. Sikap keras dan kukuh Trump yang selama ini dikhawatirkan menghadirkan petaka perekonomian global akhirnya luluh. Terlihat jelas dari pernyataan terkini menteri keuangan AS Scott Bessent yang mensinyalkan akan terjadinya pertemuan dengan pihak China guna meredakan tensi dagang dua negara perekonomian terbesar dunia itu.
Trump terpojok oleh rangkaian ancaman resesi di satu sisi, sementara di sisi lainnya pengembalian pesawat bikinan Boeing oleh China yang menampar keras wajah kepemimpinan Gedung Putih. Upaya kompromi akhirnya dijadikan jalan keluar untuk sementara, meski situasi tak semudah yang diharapkan untuk pulih dari ancaman resesi.
Sentimen lain dari langkah terkini Trump yang diapresiasi pelaku pasar adalah pernyataan Trump yang mengklaim diri nya tidak berniat memecat pimpinan Bank Sentral AS, The Fed, Jerome Powell. Laporan sebelumnya menyebutkan pihak pemerintahan Trump yang sedang berupaya mencari jalan legal untuk mendongkel Powell dari The Fed karena enggan menurunkan suku bunga sebagaimana diinginkan Trump. Pernyataan Trump kali ini cukup melegakan pelaku pasar yang selama ini masih melihat langkah The Fed sebagai kredibel.
Betapapun, pelaku pasar melihat harapan positif dari langkah dan upaya kompromi dalam tensi dagang AS-China, dan aksi balik akumulasi secara agresif akhirnya mengangkat seluruh indeks Wall Street dengan tajam. Situasi ini kemudian dijadikan pijakan bagi pelaku pasar di Asia dalam menjalani sesi perdagangan pertengahan pekan ini, Rabu 23 April 2025. Pantauan menunjukkan, kinerja seluruh indeks di Asia yang kompak mengikuti jejak lonjakan di bursa Wall Street.
Gerak naik signifikan juga terlihat konsisten di sepanjang sesi di tengah ,minimnya sentimen regional yang tersedia. Hingga sesi perdagangan berakhir, indeks Nikkei (Jepang) melompat tajam 1,89 persen di 34.868,63, sementara indeks ASX200 (Australia) melambung 1,33 persen di 7.920,5 dan indeks KOSPI (Korea Selatan) melonjak 1,57 persen di 2.525,56.
Sentimen ceria di bursa saha, global kemudian memantik optimisme pelaku pasar di bursa saham Indonesia. Kinerja moncer indeks harga saham gabungan IHSG kembali terulang setelah melonjak curam di sesi perdagangan kemarin. Tinjauan RMOL juga memperlihatkan, IHSG yang konsisten menjejak zona penguatan tajam di sepanjang sesi hari ini. Tiadanya suntikan sentimen domestik yang tersedia justru kian mengukuhkan optimisme investor yang sedang terfokus perhatiannya pada sentimen eksternal.
IHSG akhirnya memungkasi sesi dengan meloncat tajam 1,47 persen untuk terhenti di 6.634,37 yang sekaligus menembus level psikologis nya di kisaran 6.600. Tinjauan RMOL menunjukkan, posisi IHSG kali ini yang bahkan telah cukup signifikan melampaui sesi penutupan jelang masa libur lebaran, di mana sekaligus mencerminkan pulihnya kekhawatiran pasar dari langkah tarif Trump untuk sementara.
Sementara pada sisi lainnya, lompatan IHSG juga tercermin pada kinerja saham-saham unggulan. Hampir seluruh saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan mencetak kenaikan tajam, seperti: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI, TLKM, ASII, JPFA, UNTR, PGAS, BBTN, INDF, ICBP, CPIN, UNVR, ISAT dan PTBA. Saham unggulan tercatat hanya menyisakan ADRO, HRUM serta ITMG yang masih betah di zona merah.
Rupiah Kembali Merah
Kinerja mentereng di bursa saham Indonesia kembali kontras dengan laporan dari pasar uang. Pantauan di sesi perdagangan Asia menunjukkan, kinerja nilai tukar Rupiah yang kembali menghadapi tekanan jual kukuh di sepanjang sesi. Laporan lebih jauh menunjukkan, gerak balik pelemahan mata uang utama dunia usai mencetak lonjakan tajam sejak awal pekan, menghadirkan sentimen kurang bersahabat.
Rangkaian situasi dan sentimen terkini dari upaya pemerintahan Trump melakukan kompromi dalam tensi dagang AS-China, dijadikan pijakan pelaku pasar untuk berbalik mengangkat posisi indeks Dolar AS yang sebelumnya telah terpangkas cukup curam. Nilai tukar mata uang utama dunia akhirnya berbalik merosot dan kemerosotan tersebut masih berlanjut hingga sesi sore perdagangan pertengahan pekan ini di Asia.
Akibat lanjutannya, kinerja mata uang Asia cenderung turut terseret dalam gelombang pelemahan, meski cenderung dalam rentang moderat. Pantauan menunjukkan kinerja mata uang Asia yang masih bervariasi dan cenderung terjebak di rentang moderat.
Yuan China dan Dolar Singapura bersama Peso Filipina mampu konsisten menjamah zona penguatan terbatas, namun Ringgit Malaysia, Baht Thailand serta Rupee India bersama Rupiah kembali terserak di zona merah. Tinjauan lebih lanjut memperlihatkan, secara keseluruhan gerak nilai tukar yang masih konsisten berada di rentang moderat.
Terkhusus pada Rupiah, kinerja pelemahan terlihat konsisten di sepanjang sesi hari ini. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah terpantau bertengger di kisaran Rp16.860 per Dolar AS atau melemah tipis 0,07 persen. Rupiah terpantau mencapai titik terlemahnya di kisaran Rp16.884 per Dolar AS yang mencerminkan pelemahan sebesar 0,2 persen.
Minimnya sentimen domestik yang tersedia terkesan memaksa pelaku pasar kian kukuh mengarahkan perhatian pada sentimen eksternal di mana irama pelemahan mata uang utama dunia sedang terjadi. Kinerja Rupiah akhirnya harus kembali menghadapi tekanan jual meski telah melemah dalam beberapa hari sesi perdagangan sebelumnya.
Sumber: RMOL