Utang Pinjol Warga RI Tembus Rp 92,9 Triliun, OJK Soroti Lonjakan Gagal Bayar Anak Muda

Kepala Eksekutif Pengawas PVML OJK, Agusman. (Foto: istimewa)

Kumbanews.com –  Utang masyarakat Indonesia melalui layanan pinjaman online (pinjol) terus menanjak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai outstanding pinjol mencapai Rp 92,92 triliun per Oktober 2025, melonjak 23,86 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Kepala Eksekutif Pengawas PVML OJK, Agusman, mengatakan kenaikan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada September 2025 yang tercatat 22,16 persen yoy. Data itu disampaikan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Desember 2025, Kamis (11/12/2025).

Bacaan Lainnya

“Outstanding pembiayaan fintech lending pada Oktober 2025 tumbuh 23,86 persen yoy, dengan nominal mencapai Rp 92,92 triliun,” ujar Agusman.

Meski pertumbuhan utang meningkat, OJK menilai kualitas pembiayaan masih relatif terjaga. Tingkat risiko kredit macet agregat atau TWP90 tercatat 2,76 persen, membaik dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,82 persen.

Sementara itu, lonjakan lebih tajam terjadi pada layanan beli sekarang bayar nanti (buy now pay later/BNPL). OJK mencatat pembiayaan paylater tumbuh 69,71 persen yoy menjadi Rp 10,85 triliun. Namun, laju pertumbuhan ini mulai melambat dibandingkan September yang mencapai 88,65 persen.

Di sisi lain, rasio pembiayaan bermasalah (NPF) gross paylater justru menurun, dari 2,92 persen pada September menjadi 2,79 persen pada Oktober 2025.

Mengacu data OJK, total utang masyarakat melalui pinjol dan paylater mencapai Rp 101,3 triliun per September 2025. Namun, di balik angka jumbo tersebut, OJK menyoroti meningkatnya gagal bayar di kalangan generasi muda.

Statistik OJK menunjukkan, jumlah peminjam di bawah usia 19 tahun dengan kredit macet melonjak drastis menjadi 21.774 akun pada semester I 2025, atau naik 763 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, kredit macet pada kelompok usia 19-34 tahun naik 54,4 persen yoy menjadi 438.707 akun.

Menanggapi kondisi itu, Agusman menilai rendahnya literasi keuangan dan kesadaran pengelolaan keuangan menjadi faktor utama meningkatnya gagal bayar di kalangan anak muda.

“Ini menjadi perhatian serius. Literasi dan disiplin keuangan generasi muda harus terus diperkuat agar pertumbuhan pembiayaan tidak berujung pada krisis pribadi,” tegasnya.(***)

Pos terkait