Kumbanews.com – Senjata Israel diduga digunakan dalam pembersihan etnis dan agama yang dilakukan tentara Myanmar kepada minoritas Rohingya yang mengakibatkan 700.000 orang mengungsi ke Bangladesh.
Surat kabar Yedioth Ahronoth Jumat (31/8) memuat tulisan wartawan Israel Tsur Shezaf yang menyatakan bahwa “Israel berkontribusi terhadap penderitaan muslim Rohingya karena menolak untuk mematuhi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang melarang pasokan senjata ke Myanmar,” tulis Shezaf seperti dilansir situs berita Middle East Monitor.
Shezaf juga mencatat bahwa Israel terus mengirim berbagai senjata dan teknologi militer ke Angkatan Bersenjata Myanmar, termasuk teknologi militer.
“Israel dan Myanmar memiliki ikatan sejarah yang panjang, dan itu tidak masuk akal jika kita mengulangi kesalahan yang sama seperti yang kita buat di Afrika Selatan selama rezim Apartheid, juga dengan Myanmar yang melakukan kejahatan pembersihan etnis,” tulis Shezaf.
“Saat ini Israel telah berkontribusi terhadap tragedi baru,” kata dia menambahkan.
Shezaf menyatakan Israel terus mendukung aksi Myanmar melalui pengiriman senjata dan perlengkapan militer, meskipun terjadi pembunuhan massal, penghancuran properti, dan pemerkosaan yang dilakukan militer Myanmar.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Akibatnya akan muncul kamp-kamp pengungsi baru Myanmar, khususnya di Bangladesh, dan dari sana akan lebih banyak kelompok bersenjata bertumbuh,” tulisnya kepada surat kabar Israel Yedioth Ahronoth.
Shezaf juga mencatat bahwa kaum Rohingya menjadi sasaran deportasi dan pembersihan etnis oleh Myanmar dan masyarakat Buddha di sisi barat Myanmar.
Mereka dipaksa untuk tinggal di kamp pengungsian yang didirikan oleh Bangladesh di area terpencil, yang dihuni oleh satu juta orang termasuk anak-anak dan bayi.
Dirinya juga menemukan bahwa beberapa wanita Rohingya melahirkan bayi-bayi hasil pemerkosaan tentara Myanmar dan polisi.
Shezaf menyimpulkan bahwa jutaan orang tinggal di tengah keadaan lingkungan yang buruk, tak bisa hidup layak.
“Hari ini, setelah kaum Rohingya berada di akhir kehidupan. PBB terbangun dan secara resmi menyatakan bahwa Myanmar, termasuk tentara, polisi, kalangan Buddha dan bahkan Perdana Menteri dan pemenang Nobel, Aung San Suu Kyi, semua bertanggung jawab atas pembunuhan seluruh populasi,” tulisnya.