Kumbanews.com – Sungai Musi menjadi saksi bisu dari segala peradaban. Sungai terpanjang di pulau Sumatera ini ‘mengubur’ banyak benda peninggalan dari masa ke masa.
Dan kini di masa modern, banyak yang mencarinya sebagai benda antik bersejarah. Mereka rela bertaruh nyawa demi mendapatkan benda antik untuk dijual kembali dengan harga yang cukup fantastis.
kumparan terus menelisik keaslian benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Sampai akhirnya kami bertemu dengan Hirmeyudi, seorang kolektor benda kuno yang telah mendalami temuan di Sungai Musi sejak tahun 2014.
Yudi menyebut, semakin masuk ke dalam Sungai Musi, temuan benda-benda kuno semakin banyak. Maka tak heran banyak yang rela menyelam meski dengan peralatan seadanya.
“Yang sudah digali selama ini, di dalam bawah itu, yang didapat sebanyak itu, masih sebagian kecil dari seperempat yang sesungguhnya,” kata Yudi.
Namun demikian, dia tak yakin semua benda kuno yang ditemukan warga merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Sebab ada banyak peradaban setelah zaman Sriwijaya yang menempati kawasan Sungai Musi yang membentang sepanjang 750 km itu.
“Satu titik tapi berbagai zaman, ada zaman kesultanan, ada zaman Sriwijaya, dan zaman kolonial. Jadi dikatakan peradaban berlapis itu di luar pengetahuan sejarawan,” jelas Yudi.
Yudi dan teman-temannya sesama kolektor benda antik mengaku kerap menemukan benda yang tak dikenal asal masanya. Biasanya mereka menanyakan keaslian barang yang ditemukan melalui peneliti.
“Karena kan pembeli minta kita nilai dengan orang kompeten untuk mengangkat sejarah,” terang Yudi.
Namun sayangnya banyak benda-benda antik bersejarah itu yang dibeli oleh kolektor dan sejarawan dari mancanegara. Mereka berasal dari Malaysia, Singapura, India.
Setelah membeli dan meneliti, mereka kemudian mengeluarkan buku yang menyatakan ‘ini adalah Sriwijaya’. Dari hasil penelitian merekalah peneliti dan kolektor Indonesia mengetahui soal peninggalan Sriwijaya itu.
“Berapa tahun kemudian mereka buat buku, buku mereka itulah yang kita tahu bahwa ini benar Sriwijaya,” jelas Yudi.
Yudi menyebut, selain tak hanya dari zaman kerajaan Sriwijaya, banyak juga yang memalsukan benda-benda temuan dari sungai Musi. Mereka sengaja memalsukan agar mendapat keuntungan lebih.
“Tapi kalau kita megang aslinya, enggak bisa dibohongin dan kita bisa tahu, bahwa ini palsu. Walaupun sama tetap enggak bisa sama,” terang Yudi.
Di Palembang, ada pasar yang banyak menjual benda-benda antik dari sungai Musi, yakni Pasar Cinde. Harga yang ditawarkan jauh lebih murah daripada harga-harga yang dijual kepada kolektor.
“Kalau untuk rakyat itu murah paling Rp 20.000 atau Rp 50.000. Jadi tidak semua barang (sejarah) itu mahal,” ucap Yudi.
Suhay, pedagang koin kuno, mendapat beberapa koin berasal Sungai Musi.
“Ini koin belanda, ini koin zaman kesultanan. Ini satu biji Rp7000,” pungkas Suhay dilansir kumparan.
Barang di Sungai Musi sudah bercampur dengan berbagai zaman. Tak semua penemuan dari Kerajaan Sriwijaya, banyak penyelam yang mengambilnya sesuka hati. Banyak juga kolektor yang mengambil untuk koleksi dan bisnisnya.