Konferensi pers KPK pengumuman tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada PT Petro Energy/RMOL
Kumbanews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 5 tersangka baru kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada debitur PT Petro Energy (PE).
“Lima tersangka ini terdiri dari dua orang Direktur LPEI dan 3 orang dari PT Petro Energy atau PT PE,” kata Plh Dirdik Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025.
Identitas lima tersangka ini yakni Direktur Pelaksana 1 LPEI, Dwi Wahyudi; Direktur Pelaksana 4 LPEI, Arif Setiawan; Presdir PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE, Jimmy Masrin; Dirut PT PE, Newin Nugroho; dan Direktur PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta.
Budi menjelaskan, PT PE menerima kredit dari LPEI sejak Oktober 2015 sebesar 60 juta Dolar AS atau sekitar Rp988 miliar dalam tiga termin pemberian. Pertama, pada 2 Oktober 2015 dengan nilai Rp297 miliar. Kedua pada 19 Februari 2016 sebesar Rp400 miliar.
“Kemudian di-top up lagi 14 September 2017 sebesar Rp200 miliar. Jadi total kurang lebih Rp900 miliar atau kurang lebih 60 juta Dolar AS,” jelas Budi.
Budi berujar, pemberian fasilitas kredit ini terdapat perbuatan melawan hukum. Para direksi di LPEI dinilai sudah tahu current ratio PT PE hanya sebesar 0,86 dan laba perusahaan PT PE tidak bertambah.
“Seenggaknya, pendapatan dia itu lebih kecil dari tanggungan yang harus ditanggung kepada LPEI,” terang Budi.
Direksi LPEI tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan pada saat PT PE mengajukan proposal kredit. Tak hanya itu, PT PE juga membuat kontrak palsu.
“Hal ini diketahui direksi LPEI karena mereka tidak melakukan pengecekan. Bahkan membiarkan kredit pertama sebesar kurang lebih Rp229 miliar tidak berjalan lancar. Seharusnya dievaluasi, kenapa tidak lancar,” tutur Budi.
PT PE juga memalsukan purchase order maupun invoice yang digunakan ketika melakukan pencairan di LPEI.
“Ini semua palsu, semua sudah terkonfirmasi dari saksi-saksi maupun dokumen-dokumen, barang bukti yang kami temukan. Semuanya ter-record bahwa invoice maupun purchase order yang dibuat PT PE untuk mencairkan kredit itu palsu ataupun fiktif,” jelas Budi.
LPEI juga memalsukan tujuan untuk memproses kredit di dalam proposal, yakni dengan modus berusaha atau bisnis bahan bakar solar.
“Namun faktanya, mereka melakukan side streaming, jadi tidak digunakan untuk bisnis solar, tapi untuk berinvestasi ke usaha lain. Dan ini sebenarnya sudah diketahui para direksi LPEI, namun dikarenakan dari awal mereka sudah bersepakat, hal tersebut tidak pernah diindahkan,” kata Budi.
KPK kini sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara.
“Dan dinyatakan bahwa kerugian keuangan negara yang sampai saat ini dihitung kurang lebih 60 juta Dolar AS khusus untuk PT PE,” pungkas Budi.
Sumber: RMOL