Menkeu Purbaya Soroti Tingginya Tarif Cukai Rokok, Ingatkan Risiko bagi Industri dan Tenaga Kerja

Purbaya berencana turun langsung ke lapangan, khususnya di Jawa Timur, untuk berdialog dengan pelaku industri sebelum merumuskan kebijakan yang lebih seimbang antara kepentingan fiskal, kesehatan publik, dan keberlangsungan tenaga kerja.

Saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kebijakan efisiensi anggaran internal akan terus berlanjut di 2026. Foto: merdeka.com.

Bacaan Lainnya

Kumbanews.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti tarif rata-rata cukai rokok yang kini mencapai 57 persen. Ia menilai angka tersebut terlalu tinggi dan menimbulkan pertanyaan soal efektivitas kebijakan.

“Saya tanya, cukai rokok bagaimana? Sekarang rata-rata 57 persen. Wah tinggi amat,” kata Purbaya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Menurutnya, meski cukai bertujuan menekan konsumsi, dampaknya tidak berhenti di situ. Tarif tinggi memang berhasil mengendalikan permintaan, tetapi juga menekan industri dan tenaga kerja.

“Yang rokok itu paling tidak orang harus mengerti risikonya. Tapi tidak boleh dengan policy untuk membunuh industri rokok, lalu tenaga kerjanya dibiarkan tanpa bantuan pemerintah. Itu kebijakan yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Purbaya menambahkan, kebijakan cukai memang mendapat dukungan WHO dan pihak yang peduli kesehatan, namun aspek sosial-ekonomi juga harus diperhitungkan.

“Kalau industri mengecil, otomatis tenaga kerja juga berkurang. Padahal industri rokok masih menyerap pekerja dalam jumlah besar, terutama di Jawa Timur dan daerah penghasil tembakau,” jelasnya.

Ia menegaskan, pemerintah perlu menyiapkan program pendampingan konkret bagi pekerja terdampak jika industri rokok menyusut. “Selama kita tidak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja, industri itu tidak boleh dibunuh. Kita hanya menimbulkan orang susah saja,” ujarnya.

Ke depan, Purbaya berencana turun langsung ke lapangan, khususnya di Jawa Timur, untuk berdialog dengan pelaku industri sebelum merumuskan kebijakan yang lebih seimbang antara kepentingan fiskal, kesehatan publik, dan keberlangsungan tenaga kerja.

Sebelumnya, Purbaya juga menyatakan akan mendalami dugaan permainan dan pemalsuan cukai rokok. Ia mengaku menerima laporan adanya praktik curang dalam distribusi cukai.

“Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis secara mendalam seperti apa sih cukai rokok itu. Katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya?” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/9/2025).

Ia menuturkan, pemerintah masih menghitung potensi penerimaan negara jika cukai palsu berhasil diberantas. “Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu, berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak. Kalau mau diturunkan seperti apa, tergantung hasil studi dan analisis lapangan,” jelasnya.

Dalam rapat kerja Kemenkeu bersama Komisi XI DPR RI pada 10 September 2025, isu cukai hasil tembakau (CHT) juga menjadi sorotan. Anggota Komisi XI, Harris Turino, menyinggung kabar kesulitan yang dialami pabrik besar seperti Gudang Garam dan mengingatkan agar pemerintah tidak terlalu agresif menaikkan tarif.

Harris mengusulkan, pemerintah lebih fokus memperkuat pengawasan rokok ilegal sebagai alternatif peningkatan penerimaan negara tanpa harus terus menaikkan cukai.

 

 

 

 

 

Sumber: Liputan6

Pos terkait