Kumbanews.com – Menko Hankam Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Kasab), Jenderal Abdul Haris Nasution sempat berfoto dengan Ketua Umum Comite Central Partai Komunis Indonesia (CC PKI), Dipa Nusantara Aidit. Keduanya berfoto bersama tiga hari sebelum terjadinya peristiwa malam berdarah 30 September 1965.
Demikian dibeberkan Putri sulung Jenderal Abdul Haris Nasution, Hendrianti Sahara Nasution saat menceritakan awal mula ayahnya menjadi target sasaran untuk dibunuh pada peristiwa Gerakan 30 September atau G30S/PKI.
“Ayah saya tiga hari sebelumnya juga berfoto sama Aidit. Setelah itu baru ayah saya bilang, ‘Wah itu Aidit mau foto sama saya, dia pikir saya bakal mati, terus dia tinggal dilihat semua orang’ gitu,” ujar Yanti, sapaan karib Hendrianti, saat berbincang dengan Okezone belum lama ini.
Yanti menceritakan kenapa ayahnya masuk dalam daftar jenderal yang akan dibunuh oleh G30S. Sebab, saat itu Nasution adalah salah satu jenderal yang lantang menentang paham komunis di Indonesia.
“Sebelum kejadian itu kan namanya PKI kan populer banget di pemerintah kita. Dulu kan ada namanya Nasakom (Nasionalisme Agama dan Komunis), nah ayah saya nentang itu, makanya apa namanya, dijadikan apa mainan Nasution anti komunis kan gitu,” ungkapnya.
AH Nasution merupakan satu dari delapan jenderal yang namanya masuk dalam target korban G30S/PKI. Gerakan pembunuhan para jenderal itu disebut-sebut didalangi oleh PKI.
Selain Nasution, tujuh Jenderal lain yang diincar untuk dibunuh yakni, Letnan Jenderal Ahmad Yani; Mayjen Soewando Parman; Mayjen R Soeprapto; Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono; Brigjen Donald Izacus Pandjaitan; Brigjen Soetojo Siswomihardjo; serta Brigjen Ahmad Soekendro.
Nasution merupakan salah satu Jenderal yang berhasil lolos dari rencana pembunuhan tersebut. Nasution bersembunyi di pekarangan Kedubes Irak yang letaknya berada di samping rumahnya.
Namun sayang, kejadian itu justru merenggut nyawa anak Nasution, Ade Irma Suryani, dan salah satu ajudannya Pierre Tendean. Ade Irma Suryani meninggal karena tertembus tiga peluru tajam Tjakrabirawa. Ia meninggal setelah dirawat selama enam hari di RSPAD Gatot Subroto.
Sedangkan Pierre Tendean meninggal diduga ditembak oleh pasukan G30S. Mayat Kapten Tendean kemudian dibuang ke sumur tua di daerah Lubang Buaya, bersama enam jenderal korban kekejaman G30S lainnya. Pierre Tendean merupakan korban salah sasaran karena dianggap gerombolan pasukan G30S adalah Jenderal AH Nasution.[]