Kumbanews.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengakui bahwa ancaman Sunda megathrust memang ada. Bisa terjadi sewaktu-waktu dan tidak ada yang bisa memperkirakan. Sunda megathrust atau zona subduksi selat sunda, adalah sesar yang memiliki luasan sekitar 5.500 kilometer. Mulai dari dari Myanmar di utara, menuju ke barat daya wilayah Sumatera, lanjut ke selatan Jawa dan Bali dan berakhir dekat Australia.
Dalam laman wikipedia yang ditulis USGS, disebutkan bahwa Sunda megathrust yang berada di batas lempeng konvergen, merupakan zona pertemuan antara Lempeng eurasia yang ditujam oleh Lempeng indo-ausralia.
Lempeng yang tertujam (overriding plate) juga terdiri dari dua mikro-lempeng, Lempeng Sunda dan Lempeng Burma. Pergerakan relatif subduksi bermacam-macam sepanjang strike tapi umumnya oblique yang kuat. Komponen strike-slip dari konvergen oblique diakomodir oleh perpindahan yag terjadi pada Sesar sumatra, sedangkan komponen dip-slip oleh Sunda megathrust.
Ini adalah salah satu zona struktur paling aktif di bumi, dan bertanggung jawab atas banyak gempa bumi besar. Termasuk gempa bumi dan tsunami samudra hindia pada 2004 yang membunuh lebih dari 230.000 orang. Zona ini dibagi menjadi Andaman Megathrust, Sumatra Megathrust, dan Java Megathrust, segmen bali.
Gempa besar berkuatan magnitudo 9,0 bisa saja terjadi karena gesekan pada Sunda Megathrust. Tidak dapat dipastikan, apakah gempa Banten dengan magnitudo 6,9 yang terjadi pada Jumat malam, 2 Agustus 2019, dapat mengakumulasi energi Sunda megathrust yang kondisinya kritis.
Megathrust sunda berbentuk curviplanar, dimana membentuk sebuah busur jika dilihat dari atas, dan juga mengalami peningkatan dip dimulai dari palung mendekati garis pantai Sumatera. Seperti contoh, dip dibawah Kepulauan Mentawai adalah sebesar 15-20 derajat dan mencapai 30 derajat di garis pantai Sumatera.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono di kantor BMKG, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Agustus 2019, mengatakan bahwa ancaman Sunda megathrust memang riil dan bisa terjadi kapan saja.
Menurutnya, ancaman paling nyata ada di sepanjang Pantai Barat Sumatera. Jaraknya sekitar 200-250 km di laut lepas. Kemudian di Laut Jawa yang jaraknya juga dapat dipastikan sama. Kemudian wilayah Bali ke arah timur dan sisi Utara Papua.
Sumber gempa dangkal yang memicu Sunda Megathrust tentu akan menyebabkan gelombang tsunami yang sangat besar. Tapi hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi.
“Dan kalau itu kekuatannya besar dan sumber gempanya dangkal tentunya bisa sangat memungkinkan terjadinya tsunami,” ujarnya.
Masyarakat di sepanjang jalur pertemuan lempeng tektonik harus selalu siaga karena memang ada sebuah ancaman yang nyata. Masyarakat harus memahami bencana di daerah masing-masing. Kemudian memahami jalur evakuasi, kemudian mengerti apa-apa harus dilakukan saat bencana datang.
Sementara bagi wilayah Jabodetabek, Sunda megathrust juga dapat memicu patahan Baribis yang memanjang dari Pasar Rebo hingga Ciputat, serta patahan Lembang di Bandung. [vv]