Kumbanews.com – Upaya Prof Ilham Oetama Marsis lolos dari pemecatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia kandas di Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim menganggap, pemecatan Prof Ilham yang ditandatangani Presiden Jokowi tak melanggar prosedur.
Nama Prof Ilham sudah malang melintang di dunia kedokteran dan militer. Pria kelahiran Jakarta, 9 Juli 1949, itu menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dan lulus saat usianya 25 tahun. Setelah itu, ia ikut wajib militer dan bergabung dengan tim elite Marinir Angkatan Laut.
Setelah berhasil menguasai Timor Timur, pada 1976, ia kembali ke Surabaya dan bertugas di Rumah Sakit Dr. Ramlan. Tak lama di sana, ia pulang ke Jakarta mengabdi di RS KKO Marinir, Cilandak. Setelah itu, ia malang melintang praktik di berbagai rumah sakit.
Di organisasi kedokteran, Ilham aktif dan puncaknya ia meraih posisi Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) untuk periode 2015-2018.
Nah, ketika menjadi Ketua IDI, Prof Ilham pernah memberi sanksi ke dr Terawan yang kini menjabat Menkes di Kabinet Indonesia Maju.
Kasus ini pun sempat mencuat pada April 2018 lalu. IDI mengeluarkan sanksi ke dr Terawan atas praktik cuci otak.
Sanksi itu tertuang dalam Surat keputusan MKEK itu memutuskan bahwa dr Terawan disanksi pemecatan dari keanggotaan sebagai dokter dan dicabut rekomendasi izin praktiknya. Surat itu dinyatakan IDI sebagai surat internal yang rahasia. Namun kemudian surat itu bocor ke publik.
Belakangan, 8 April 2018, IDI menunda sanksi terhadap dokter ‘pencuci otak’ pasien strok itu. IDI menunggu pemeriksaan Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan terhadap metode cuci otak yang dijalankan Terawan.
Setelah kasus ini berlalu, Prof Ilham pun berkarir di keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia. Namun, Jokowi mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2018 tentang Pemberhentian Anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Dalam surat itu, Jokowi memberhentikan dengan hormat Prof DR Dr Ilham Oetama Marsis, SpOG, dari jabatan anggota Konsil Kedokteran Indonesia periode 2014-2019 wakil dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Atas keputusan itu, Oemar tidak terima dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Pada 22 November 2018, PTUN Jakarta membatalkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2018 itu. Kasus berlanjut ke tingkat banding Pada 9 Mei 2019, Pengadilan Tinggi TUN (PT TUN) Jakarta membalik keadaan. Majelis yang diketuai Sugiya dengan anggota Nurnaeni Manurung dan Ketut Rasmen Suta menolak gugatan Oetama.
Setelah itu, kasus pun masuk ke ranah kasasi. Prof Ilham mengajukan kasasi berharap surat keputusan Jokowi itu kembali dianulir. Apa kata MA?
“Menolak kasasi,” demikian dilansir dari website MA, Senin (28/10/2019).
Perkara Nomor 481 K/TUN/2019 itu diketok oleh ketua majelis Yulius, dengan anggota Hary Djatmiko dan Yosran. Putusan itu diucapkan dalam sidang tertutup pada 14 Oktober 2019. MA tidak menjelaskan alasan memenangkan Presiden melawan Prof Ilham Oetama.[dtk]